Vehicle

Vehicle

Jumat, 31 Desember 2010

Juventus F.C.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Ini adalah versi stabil, diperiksa pada tanggal 26 Desember 2010. Ada 1 perubahan tertunda menunggu peninjauan.

Akurasi Terperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
"Juventus" beralih ke halaman ini. Untuk Juventas, dewi "masa muda", lihat Hebe.
Juventus F.C. Icone2.svgIcone2.svg

Logo Juventus baru sejak tahun 2004
Nama lengkap Juventus Football Club S.p.A.
Julukan La Vecchia Signora[1] (Nyonya Tua)
La Fidanzata d'Italia
I bianconeri (Putih - Hitam)
Le Zebre
Didirikan 1 November 1897[2]
Stadion Stadion Olimpiade,[3] Torino
(Kapasitas: 27.500)
Pemilik FIAT Group (Keluarga Agnelli)
Ketua Bendera Italia Andrea Agnelli
Pelatih Bendera Italia Luigi Del Neri
Liga Seri A
2009-10 Seri A, peringkat 7
Kostum kandang

Kostum tandang

Juventus Football Club (dari bahasa Latin:[4] iuventus: masa muda, diucapkan [juˈvɛntus]), biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan nama Juve, merupakan sebuah klub sepak bola profesional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont, Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-2007, di Liga Italia seri-A. Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang saat ini dimiliki oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan lain seperti Fiat Automobile, Ducati Corse (termasuk tim balap MotoGP dan WSBK Ducati), tim F1 Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan Maserati Automobile.

Juventus merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A dengan raihan 27 gelar juara (Scudetto),[5] dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di dunia.[5] Merujuk pada International Federation of Football History and Statistics, sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi klub terbaik Italia di abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di Eropa dalam waktu yang sama.[6]

Secara keseluruhan, klub ini telah memenangi 51 kejuaraan resmi.[7] Dengan rincian 40 di Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia.[8][9] Sekaligus menjadikannya sebagai klub tersukses ketiga di Eropa, dan keenam di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang diakui oleh enam organisasi konfederasi sepak bola, dan tentunya FIFA.[10]

Klub ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil memenangi gelar Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa).[11] Pada 1985, Juventus menjadi satu-satunya klub di dunia yang berhasil memenangi seluruh kejuaraan piala internasional dan kejuaraan liga nasional,[12] dan menjadi klub Eropa pertama yang mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.[13][14][15]

Juventus juga menjadi salah satu klub sepak bola Italia dengan jumlah fans terbesar[16], dan diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve.[17] Klub ini menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.

Sejak 2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino. Markas lama mereka yaitu stadion Stadio delle Alpi, sedang dalam perombakan besar-besaran yang diperkirakan akan selesai pada awal musim 2011-2012, dimana nanti namanya akan berubah menjadi Juventus Arena.[18]
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Sejarah
o 1.1 Raja Italia
o 1.2 Merajai Eropa
o 1.3 Era Marcello Lippi
o 1.4 Saat ini
* 2 Warna, logo, dan julukan
* 3 Stadion
* 4 Pendukung
* 5 Rivalitas
* 6 Skuad
o 6.1 Tim utama
o 6.2 Dipinjamkan
o 6.3 Tim manajerial
* 7 Presiden klub
* 8 Statistik kepelatihan
* 9 Prestasi dan penghargaan
o 9.1 Gelar juara nasional Italia
o 9.2 Gelar Eropa dan dunia
* 10 Rekor dan statistik klub
* 11 Kontribusi untuk tim nasional Italia
* 12 Juventus sebagai perusahaan
o 12.1 Pemasok kostum dan sponsor
* 13 Catatan kaki
* 14 Pranala luar

[sunting] Sejarah
Foto bersejarah, Juventus FC di tahun 1898.

Juventus didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan tahun 1897 oleh siswa-siswa dari sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di Turin[19], tetapi kemudian berubah nama menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun kemudian.[2] Klub ini bergabung dengan Kejuaraan Sepak Bola Italia pada tahun 1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan celana hitam. Juve memenangi gelar seri-A perdananya pada 1905, ketika mereka bermain di Stadio Motovelodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County.[20]

Pada 1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin.[2] Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama FBC Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole.[21] Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa bertahan seusai Perang Dunia I.[20]
[sunting] Raja Italia
Juventus FC di tahun 1903.

Pemilik FIAT, Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana kemudian ia membangun stadion baru.[2] Hal ini memberikan semangat baru untuk Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi scudetto dengan mengalahkan Alba Roma dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi klub super di Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930 sampai 1935, dibawah asuhan pelatih Carlo Carcano[20], dan beberapa pemain bintang seperti Raimundo Orsi, Luigi Bertolini, Giovanni Ferrari dan Luis Monti.

Juventus kemudian pindah kandang ke Stadio Comunale, tetapi di akhir 1930-an dan di awal 1940-an mereka gagal merajai Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota mereka, A.C. Torino.

Setelah Perang Dunia II, Gianni Agnelli diangkat menjadi presiden kehormatan. Klub ini lantas menambah dua gelar seri-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah kepelatihan orang Inggris, Jesse Carver.

Dua striker baru dikontrak pada musim 1957–58; seorang Wales bernama John Charles dan blasteran Italia-Argentina Omar Sívori, yang bermain bersama punggawa lama seperti Giampiero Boniperti. Musim ini, Juve kembali berjaya di seri-A, dan menjadi klub Italia pertama yang mendapatkan bintang kehormatan karena telah memenangi 10 gelar Liga seri-A. Di musim yang sama, Omar Sivori terpilih menjadi pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik Eropa. Juve juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan ACF Fiorentina di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik Juventus sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama Juventus.

Di era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi seri-A yaitu di musim 1966–67. Tetapi pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya sebagai klub terbaik Italia. Di bawah kepelatihan mantan pemain Juve Čestmír Vycpálek, Juve berhasil menambah dua gelar Seri-A pada musim 1971–72 dan 1972–73, dengan pemain bintang seperti Roberto Bettega, Franco Causio dan José Altafini. Selanjutnya mereka berhasil menambah dua gelar lagi bersama defender Gaetano Scirea. Dan dengan masuknya pelatih hebat bernama Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi mereka di era 1980-an.
[sunting] Merajai Eropa
Logo lama Juventus yang digunakan sebelum musim 2004-05.

Era tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat seri-A porak poranda di 1980-an.[20] Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan gelar seri-A empat kali di era tersebut. Puncaknya adalah pada 1982 dimana Juve menjadi klub seri-A pertama yang berhasil memenangi seri-A sebanyak 20 kali[22], dan itu berarti mereka boleh menambah tanda bintang di kausnya satu kali lagi. Paolo Rossi, salah satu pemain Juve bahkan terpilih menjadi Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia 1982.[23]

Setelah Rossi, pria Perancis bernama Michel Platini secara mengejutkan berhasil menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa sebanyak empat tahun berurutan.[24] Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan Liverpool FC dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat kerusuhan dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun.[25] Diakhir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milan dan Inter Milan.[20] Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk persiapan Piala Dunia 1990.[26]
[sunting] Era Marcello Lippi
Marcello Lippi, salah satu pelatih sukses Juventus.

Marcello Lippi mengambil alih posisi manajer Juventus pada awal musim 1994-95.[2] Ia lantas mengantarkan Juventus memenangi seri-A untuk pertama kalinya sejak pertengahan 1980-an di musim 1994-95. Pemain bintang yang ia asuh saat itu adalah Ciro Ferrara, Roberto Baggio, Gianluca Vialli dan pemain muda berbakat bernama Alessandro Del Piero. Lippi memimpin Juventus untuk memenangi Liga Champions Eropa pada musim itu juga, dengan mengalahkan Ajax Amsterdam melalui adu penalti, setelah skor imbang 1-1 pada babak normal, dimana Fabrizio Ravanelli menyumbangkan satu gol untuk Juve.[27]

Sesaat setelah bangkit kembali, para pemain Juventus yang biasa-biasa saja saat itu secara mengagumkan bisa mengembangkan diri mereka menjadi pemain-pemain bintang. Mereka adalah Zinedine Zidane, Filippo Inzaghi dan Edgar Davids. Juve kembali memenangi seri-A musim 1996–97 dan 1997–98, termasuk juga Piala Super Eropa 1996[28] dan Piala Interkontinental 1996.[29] Juventus juga mencapai final Liga Champions di musim 1997 dan 1998, tetapi mereka kalah oleh Borussia Dortmund (Jerman) dan Real Madrid (Spanyol).[30][31]

Setelah dua musim absen karena dikontrak oleh Inter Milan (dan gagal), Marcello Lippi kembali ke Juventus di awal 2001. Pria penyuka cerutu ini lantas membawa beberapa pemain biasa, yang kembali ia berhasil sulap menjadi pemain hebat, diantaranya Gianluigi Buffon, David Trézéguet, Pavel Nedvěd dan Lilian Thuram, dimana para pemain tersebut membantu Juve kembali memenangi dua gelar seri-A di musim 2001-02 dan 2002-03. Juve juga berhasil maju kembali ke final Liga Champions, sayangnya mereka kalah oleh sesama tim Italia lain, AC Milan. Tahun berikutnya, Lippi diangkat menjadi manajer timnas Italia setelah bersaing ketat dengan Fabio Capello, dan mengakhiri eranya sebagai pelatih terbaik Juventus di era 1990-an dan awal 2000-an.[22]
[sunting] Saat ini
Fabio Capello (foto saat masih menjadi pemain Juventus tahun 1973) yang sempat menjadi pelatih Juventus di tahun 2004-2006.

Mantan pemain Juventus era 1970-an, Fabio Capello diangkat menjadi pelatih Juve pada 2004. Ia membawa timnya menjuarai dua musim seri-A di musim 2004-05 dan 2005-06. Sayangnya, di Mei 2006 Juve ketahuan menjadi salah satu klub seri-A yang terlibat skandal pengaturan skor bersama AC Milan, AS Roma, SS Lazio, dan ACF Fiorentina. Juve terkena sanksi berat, dimana mereka terpaksa di degradasi ke seri-B untuk pertama kali dalam sejarah. Dua gelar yang dibawa Capello juga harus direlakan untuk dicabut.[32]

Dibawah manajer muda Perancis, Didier Deschamps dan para pemain setia seperti Gianluigi Buffon dan Pavel Nedved, Juve menjadi tim super di seri-B dan dengan hasil sebagai juara seri-B untuk pertama kalinya, Juve kembali ke seri-A pada musim 2007-08. Claudio Ranieri[33] diangkat menjadi pelatih Juve setelah Deschamps berseteru soal bayaran gaji. Sayangnya usia Ranieri juga tidak berlangsung lama setelah ia gagal membawa Juve juara di musim 2008-09.[34] Mantan pemain Juve lain, Ciro Ferrara mulai bertugas menangani Juve di dua pertandingan akhir musim 2008-09 dan melanjutkan posisinya untuk musim 2009-10.[35] Namun Ferrara pun tidak bisa bertahan lama, karena di bulan Januari 2010 ia gagal membawa Juve berprestasi lebih baik setelah kandas di babak penyisihan grup Liga Champions. Ia pun akhirnya digantikan oleh Alberto Zaccheroni. Zaccheroni menangangi Juventus sampai akhir musim 2009-10 dan kemudian ia digantikan oleh Luigi Del Neri.
[sunting] Warna, logo, dan julukan
Vincenzo Iaquinta, dengan kostum Juventus tahun 2008-09.

Juventus telah bermain memakai kostum berwarna hitam dan putih ala zebra sejak tahun 1903. Aslinya, Juve bermain memakai kostum berwarna pink, tetapi karena satu dan lain hal, salah satu pemain Juve malah tampil dengan pakaian belang. Akhirnya Juve memutuska untuk beralih kostum menjadi belang hitam-putih.[36]

Juventus lantas menanyakan pada pemain yang memakai baju belang tersebut, yaitu orang Inggris bernama John Savage, apakah ia bisa mengontak teman-temannya di Inggris yang bisa menyuplai kostum Juve dengan warna tersebut. Ia lantas menghubungi temannya yang tinggal di Nottingham, yang menjadi supporter Notts County, untuk mengirim kostum belang hitam-putih ke Turin, dan temannya tersebut menyanggupinya.[36]

Logo resmi Juventus Football Club telah mengalami berbagai perubahan dan modifikasi sejak tahun 1920. Modifikasi terakhir adalah pada musim 2004-05. Dimana saat itu mereka mengubah logo menjadi oval, dengan lima garis vertical, dan banteng yang dibentuk dalam sebuah siluet. Dahulu sebelum musim 2004-05, Juve memiliki sebuah symbol berwarna biru (yang merupakan symbol lain dari kota Turin). Selain itu ditambahkan juga dua bintang yang menggambarkan mereka sebagai satu-satunya klub yang mampu memenagi gelar seri-A 20 kali. Sementara di era 1980-an, logo Juve lebih banyak dihiasi dengan siluet seekor zebra, menggambarkan mereka sebagai tim zebra kuat di seri-A.

Dalam perjalanan sejarahnya, Juve telah memiliki beberapa nama julukan, la Vecchia Signora[1] (the Old Lady dalam bahasa Inggris atau "si Nyonya Tua" dalam bahasa Indonesia) merupakan salah satu contoh. Kata "old" (tua) merupakan bagian dari nama Juventus, yang berarti "youth" (muda) dalam Latin.[4] Nama ini diambil dari usia para pemain Juventus yang muda-muda di era 1930-an. Nama "lady" (nyonya) merupakan bagian dari sebutan para tifoso ketika memanggil Juve sebelum era 1930-an. Klub ini juga mendapat julukan la Fidanzata d'Italia (the Girlfriend of Italy dalam bahasa Inggris atau "Pacar Italia" dalam bahasa Indonesia), karena selama beberapa tahun, Juve selalu memasok pemain baru dari daerah selatan Itala seperti dari Naples atau Palermo, dimana selain bermain sebagai pemain sepak bola, mereka juga bekerja untuk FIAT sejak awal 1930-an. Nama lain Juve adalah: I Bianconeri (the black-and-whites, atau Si Belang) dan Le Zebre (the zebras[37], atau Si Zebra) yang merujuk pada warna kostum Juventus.
[sunting] Stadion
Stadion Olimpiade Torino, kandang Juventus dari 1933 sampai 1990.

Setelah dua musim perdana mereka (1897 dan 1898), dimana Juve bermain di Parco del Valentino dan Parco Cittadella, pertandingan-pertandingan selanjutnya di gelar di Piazza d'Armi Stadium sampai 1908, kecuali di 1905 saat nama Scudetto diperkenalkan untuk pertama kali, dan di 1906, dimana Juve bermain di Corso Re Umberto.

Dari 1909 sampai 1922, Juve bermain di Corso Sebastopoli Camp, dan selanjutnya mereka pindah ke Corso Marsiglia Camp dimana mereka bertahan sampai 1933, dan memenangi empat gelar liga. Di akhir 1933 mereka bermain di Stadion Mussolini yang disiapkan untuk Piala Dunia 1934. Setelah PDII, stadion tersebut berganti nama menjadi Stadion Comunale Vittorio Pozzo. Juventus memainkan pertandingan kandangnya di sana selama 57 tahun dengan total pertandingan sebanyak 890 kali.[38] Sampai akhir Juli 2003 tempat tersebut masih dipakai sebagai sempat latihan Juve yang resmi.[39]

Dari tahun 1990 sampai akhir musim 2005-06, Juve menggunakan Stadion Delle Alpi, sebagai kandang mereka yang aslinya dibangun untuk Piala Dunia 1990, sesekali Juve juga menggunakan stadion lain seperti Renzo Barbera di Palermo, Dino Manuzzi di Cesena dan San Siro di Milan.[39]

Agustus 2006 Juve kembali bermain di Stadion Comunale, yang sekarang dikenal dengan nama Stadion Olimpiade, setelah Stadion Delle Alpi dipakai dan kemudian direnovasi untuk Olimpiade Musim Dingin Turin 2006.

Pada November 2008 Juventus mengumumkan bahwa mereka akan menginvestasikan dana sebesar €100 juta untuk membangun stadion baru di bekas lahan Stadion Delle Alpi. Berbeda dengan Delle Alpi, stadion baru Juve ini tidak menyertakan lintasan lari, dan jarak antara penonton dengan lapangan hanya 8,5 meter saja, mirip dengan mayoritas stadion di Inggris, dimana kapasitasnya diperkirakan akan berisi 41.000 kursi. Pekerjaan ini dimulai pada musim semi 2009, dan diperkirakan akan selesai pada awal musim 2011-12. [40]
[sunting] Pendukung
Tifosi Juventus dalam sebuah pertandingan.

Juventus merupakan salah satu klub sepak bola dengan jumlah pendukung terbesar di Italia, dengan jumlah tifoso hampir 12 juta orang[17] (32.5% dari total tifosi bola di Italia), merujuk pada penelitian yang dilakukan pada Agustus 2008 oleh harian La Repubblica,[16] dan merupakan salah satu klub dengan jumlah supporter terbesar di dunia, dengan jumlah fans hampir 170 juta orang[17] (43 juta orang di Eropa),[17] selebihnya ada di Mediterrania, yang kebanyakkan diisi oleh imigran Italia.[41] Tim Turin ini juga mempunyai fans club yang cukup besar di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia melalui Juventini Indonesia.[42]

Tiket-tiket pertandingan kandang Juve memang tidak selalu habis setiap kali Juve bertanding di seri-A atau Eropa, kebanyakkan fans Juve di Turin mendukung tim kesayangan mereka lewat bar-bar atau restoran. Di luar Italia, kekuatan supporter Juventus sangatlah kuat. Juve juga sangat popular di Italia Utara dan Pulau Sisilia, dan menjadi kekuatan besar saat Juve bertanding tandang,[43] lebih dibandingkan para pendukung di Turin sendiri.

Untuk kawasan Indonesia sendiri sejak awal musim 2006-07 sudah berdiri sebuah komunitas khusus bagi para penggemar Juventus, dengan nama Juventus Club Indonesia (JCI). Komunitas ini kemudian diakui sebagai satu-satunya fans club resmi Juventus untuk Indonesia pada awal musim 2008-09 setelah hampir tiga tahun berjuang untuk mendapatkan lisensi dari pihak Juventus Italia.[44][45]
[sunting] Rivalitas

Juventus mempunyai beberapa utama di Italia. Pertama adalah klub sekota, FC Torino, dimana setiap pertandingan derby versus Juve selalu dijuluki Derby della Mole (Derby dari Torino) yang berawal sejak tahun 1906 dimana lucunya Torino sendiri didirikan oleh mantan-mantan pemain Juventus. Rival Juve yang lain di Italia adalah Internazionale; pertandingan Juve vs. Inter dijuluki sebagai Derby d'Italia (Derby dari Italia).[46] Sampai akhir musim 2006 ketika Juve terlempar ke seri-B, Inter dan Juve merupakan dua tim yang tidak pernah terdegradasi ke seri-B. Dua klub ini juga menjadi klub dengan fans terbesar di Italia, sejak pertengahan 1990-an.[46] Juve juga memiliki rival dengan AC Milan,[47] AS Roma[48] dan AC Fiorentina.[49]

Sementara untuk kawasan Eropa sendiri, rival utama Juventus adalah Manchester United FC dari Inggris dan FC Bayern Munich dari Jerman, dimana keduanya sangat sering sekali bertemu di ajang Liga Champions Eropa. Satu lagi rival utama Juventus di Eropa adalah Liverpool FC. Khusus Liverpool, tifosi Juve tidak akan pernah melupakan tragedi kerusuhan Heysel 1985 (final Liga Champions 1985), dimana sekitar 30 orang lebih pendukung Juventus tewas di stadion yang berada di Belgia tersebut.
[sunting] Skuad
[sunting] Tim utama

Tim utama, terhitung 1 September 2010.[50]

No. Posisi Nama pemain
1 Bendera Italia GK Gianluigi Buffon (wakil kapten)
2 Bendera Italia DF Marco Motta (pinjaman dari Udinese)
3 Bendera Italia DF Giorgio Chiellini
4 Bendera Brasil MF Felipe Melo
5 Bendera Mali MF Mohamed Sissoko
6 Bendera Italia DF Fabio Grosso
7 Bendera Bosnia dan Herzegovina MF Hasan Salihamidžić
8 Bendera Italia MF Claudio Marchisio
9 Bendera Italia FW Vincenzo Iaquinta
10 Bendera Italia FW Alessandro Del Piero (kapten)
11 Bendera Italia FW Amauri
13 Bendera Austria GK Alexander Manninger
14 Bendera Italia MF Alberto Aquilani (pinjaman dari Liverpool)

No. Posisi Nama pemain
17 Bendera Perancis DF Armand Traoré (pinjaman dari Arsenal)
18 Bendera Italia FW Fabio Quagliarella (pinjaman dari Napoli)
19 Bendera Italia DF Leonardo Bonucci
20 Bendera Italia MF Davide Lanzafame
21 Bendera Republik Ceko DF Zdeněk Grygera
23 Bendera Italia MF Simone Pepe (pinjaman dari Udinese)
25 Bendera Uruguay MF Jorge Andrés Martínez
26 Bendera Italia DF Leandro Rinaudo (pinjaman dari Napoli)
27 Bendera Serbia MF Miloš Krasić
29 Bendera Italia DF Paolo De Ceglie
31 Bendera Italia GK Marco Costantino
32 Bendera Italia GK Marco Storari
33 Bendera Italia DF Nicola Legrottaglie
[sunting] Dipinjamkan
No. Posisi Nama pemain
Bendera Italia GK Giorgio Merlano (di F.C.E. Viareggio)
Bendera Italia GK Carlo Pinsoglio (di F.C.E. Viareggio)
Bendera Italia GK Timothy Nocchi (di U.S. Poggibonsi)
Bendera Italia DF Salvatore D'Elia (di Calcio Portogruaro Summaga)
Bendera Italia DF Andrea Pisani (di A.S. Cittadella)
Bendera Italia DF Simone Serino (di U.S. Poggibonsi)
Bendera Italia MF Raffaele Bianco (di Benevento Calcio)
Bendera Italia MF André Cuneaz (di U.S. Alessandria)
Bendera Italia MF Luca Castiglia (di F.C.E. Viareggio)
Bendera Italia MF Carlo Vecchione (di Benevento Calcio)
Bendera Italia MF Luca Marrone (di A.C. Siena)

No. Posisi Nama pemain
Bendera Italia MF Simone Esposito (di Ascoli Calcio)
Bendera Italia MF Sebastian Giovinco (di Parma F.C.)
Bendera Italia MF Fausto Rossi (di Vicenza Calcio)
Bendera Italia MF Cristian Pasquato (at Modena F.C.)
Bendera Portugal MF Tiago (di Atlético Madrid)
Bendera Somalia FW Ayub Daud (di Cosenza)
Bendera Italia FW Ciro Immobile (di A.C. Siena)
Bendera Maroko FW Oussama Essabr (di Cosenza)
Bendera Kuba FW Samon Reider Rodríguez (di U.S. Pergocrema 1932)
Bendera Italia FW Giovanni Terrazzino (di A.C. Isola Liri)
Bendera Italia FW Alessandro D'Antoni (di F.C.E. Viareggio)
[sunting] Tim manajerial
Nama Kebangsaan Posisi dalam klub
Luigi Del Neri Bendera Italia Manajer/pelatih kepala
Francesco Conti Bendera Italia Assisten manajer/pelatih
Claudio Filippi Bendera Italia Pelatih penjaga gawang
Adolfo Sormani Bendera Italia Direktur teknik
Massimo Neri Bendera Italia Koordinator kepelatihan
Roberto De Bellis Bendera Italia Pelatih fisik
Luca Alimonta Bendera Italia Pelatih fisik
[sunting] Presiden klub

Juventus mempunyai sejarah panjang dalam kepemimpinan klub ditangan seorang presiden, beberapa diantara mereka ada yang menjadi presiden sekaligus pemilik (dari keluarga Agnelli), sebagian lagi ada yang merupakan presiden kehormatan, berikut adalah daftar lengkapnya:[51]

Nama Tahun
Eugenio Canfari 1897–1898
Enrico Canfari 1898–1901
Carlo Favale 1901–1902
Giacomo Parvopassu 1903–1904
Alfred Dick 1905–1906
Carlo Vittorio Varetti 1907–1910
Attilio Ubertalli 1911–1912
Giuseppe Hess 1913–1915
Gioacchino Armano
Fernando Nizza
Sandro Zambelli 1915–1918(cpg.)
Corrado Corradini 1919–1920
Gino Olivetti 1920–1923
Edoardo Agnelli 1923–1935
Giovanni Mazzonis 1935–1936

Nama Tahun
Emilio de la Forest de Divonne 1936–1941
Pietro Dusio 1941–1947
Giovanni Agnelli (Presiden kehormatan) 1947–1954
Enrico Craveri
Nino Cravetto
Marcello Giustiniani 1954–1955(int.)
Umberto Agnelli 1955–1962
Vittore Catella 1962–1971
Giampiero Boniperti (Presiden kehormatan) 1971–1990
Vittorio Caissotti di Chiusano 1990–2003
Franzo Grande Stevens (Presiden kehormatan) 2003–2006
Giovanni Cobolli Gigli 2006 – 2009
Jean-Claude Blanc 2009 - 2010
Andrea Agnelli 2010 - ...

Keterangan:
(cpg.) Presidensial Komite ketika Perang Dunia I.
(int.) Presiden ad-interim.
[sunting] Statistik kepelatihan
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar pelatih Juventus F.C.

Dibawah ini merupakan daftar pelatih Juventus sejak tahun 1923 ketika keluarga Agnelli dari FIAT mengambil alih Juventus,[2] sampai saat ini.[52]

Nama Kebangsaan Tahun
Jenő Károly Bendera Hongaria 1923–1926
József Viola Bendera Hongaria 1926–1928
George Aitken Bendera Skotlandia 1928–1930
Carlo Carcano Bendera Italia 1930–1935
Carlo Bigatto Iº
Benedetto Gola Bendera Italia
Bendera Italia 1935(int.)
Virginio Rosetta Bendera Italia 1935–1939
Umberto Caligaris Bendera Italia 1939–1941
Federico Munerati Bendera Italia 1941(int.)
Giovanni Ferrari Bendera Italia 1941-1942
Luis Monti Bendera Argentina/Bendera Italia 1942(int.)
Felice Placido Borel IIº Bendera Italia 1942–1946
Renato Cesarini Bendera Italia 1946–1948
William Chalmers Bendera Skotlandia 1948–1949
Jesse Carver Bendera Inggris 1949–1951
Luigi Bertolini Bendera Italia 1951(int.)
György Sárosi Bendera Hongaria 1951–1953
Aldo Olivieri Bendera Italia 1953–1955
Sandro Puppo Bendera Italia 1955–1957
Ljubiša Broćić Bendera Yugoslavia 1957–1959
Teobaldo Depetrini Bendera Italia 1959(int.)
Renato Cesarini Bendera Italia 1959–1961
Carlo Parola Bendera Italia 1961(int.)
Gunnar Gren
Július Korostelev Bendera Swedia
Bendera Republik Ceko 1961(int.)

Nama Kebangsaan Tahun
Carlo Parola Bendera Italia 1961–1962
Paulo Lima Amaral Bendera Brasil 1962–1964
Eraldo Monzeglio Bendera Italia 1964(int.)
Heriberto Herrera Bendera Paraguay 1964–1969
Lùis Carniglia Bendera Argentina 1969–1970
Ercole Rabitti Bendera Italia 1970(int.)
Armando Picchi Bendera Italia 1970–1971
Čestmír Vycpálek Bendera Republik Ceko 1971–1974
Carlo Parola Bendera Italia 1974–1976
Giovanni Trapattoni Bendera Italia 1976–1986
Rino Marchesi Bendera Italia 1986–1988
Dino Zoff Bendera Italia 1988–1990
Luigi Maifredi Bendera Italia 1990–1991
Giovanni Trapattoni Bendera Italia 1991–1994
Marcello Lippi Bendera Italia 1994–1999
Carlo Ancelotti Bendera Italia 1999–2001
Marcello Lippi Bendera Italia 2001–2004
Fabio Capello Bendera Italia 2004–2006
Didier Deschamps Bendera Perancis 2006–2007
Giancarlo Corradini Bendera Italia 2007(int.)
Claudio Ranieri Bendera Italia 2007–2009
Ciro Ferrara Bendera Italia 2009–2010
Alberto Zaccheroni Bendera Italia 2010
Luigi Del Neri Bendera Italia 2010

Keterangan:
(int.)Manajer ad-interim.
[sunting] Prestasi dan penghargaan

Secara umum, Juventus adalah klub tersukses di Italia dengan raihan gelar 40 gelar nasional di Italia,[7] dan salah satu klub tersukses di dunia,[5][6] dengan raihan 11 gelar internasional,[8] dengan raihan rekor 9 gelar UEFA dan dua FIFA.[53] menjadikan mereka sebagai klub ketiga yang sukses di Eropa[9] dan juga dunia,[10] dimana semuanya telah diakui secara pasti oleh UEFA dan FIFA, beserta enam konfederasi sepak bola dunia.[8]

Juventus telah memenangi 27 gelar seri-A, dan menjadi rekor terbanyak sampai saat ini,[22] dan juga menjadi catatan tersendiri saat Juve mendominasi lima musim berturut-turut seri-A dari musim 1930-31 sampai 1934-35.[22] Mereka juga telah memenangi Piala Italia Sembilan kali, dan menjadi rekor sampai saat ini.[54]

Juventus menjadi satu-satunya klub sepak bola Italia yang telah mendapatkan dua bintang sebagai tanda mereka telah menjuarai seri-A lebih dari 20 kali. Bintang pertama mereka dapatkan pada musim 1957-58 ketika Juve berhasil menjuarai seri-A untuk kesepuluh kalinya, dan yang kedua pada 1981-82 ketika Juve menjuarai seri-A untuk keduapuluh kalinya. Juventus juga merupakan klub Italia pertama yang memenangi gelar dobel (seri-A dan Coppa Italia) sebanyak dua kali, yaitu pada 1959-60 dan 1994-95.

Juventus tercatatkan juga sebagai klub pertama dan satu-satunya di dunia yang berhasil memenangi seluruh gelar kejuaraan resmi,[12] yang diakui oleh FIFA,[14][15][13][55] Juve memenangi Piala UEFA tiga kali, berbagi rekor bersama Liverpool dan Inter Milan.[56]

Klub Turin ini menempati posisi 7 —tetapi teratas untuk klub Italia—dalam daftar Klub Terbaik FIFA Abad 20 yang diumumkan pada 23 Desember 2000.[57]

Juventus juga mendapatkan status sebagai World's Club Team of the Year sebanyak dua kali tepatnya pada 1993 dan 1996[58], dan menempati rangking 3 dalam Rangking Klub Sepanjang masa (1991-2008) oleh International Federation of Football History & Statistics.[59]
[sunting] Gelar juara nasional Italia

* Scudetto.svg Lega Calcio seri-A: 27 kali
o Juara: 1905; 1925-26[60]; 1930–31; 1931–32; 1932–33; 1933–34; 1934–35; 1949–50; 1951–52; 1957–58; 1959–60; 1960–61; 1966–67; 1971–72; 1972–73; 1974–75; 1976–77; 1977–78; 1980–81; 1981–82; 1983–84; 1985–86; 1994–95; 1996–97; 1997–98; 2001–02; 2002–03.
o Posisi kedua: (21 kali) 1903; 1904; 1906; 1937–38; 1945–46; 1946–47; 1952–53; 1953–54; 1962–63; 1973–74; 1975–76; 1979–80; 1982–83; 1986–87; 1991–92; 1993–94; 1995–96; 1999–00; 2000–01; 2008–09.

* Lega Calcio seri-B: 1 kali[61]
o Juara: 2006-07.

* Coccarda Coppa Italia.svg Piala Italia: 9 kali
o Juara: 1937–38; 1941–42; 1958–59; 1959–60; 1964–65; 1978–79; 1982–83; 1989–90; 1994–95.
o Juara kedua: (4 kali) 1972–73; 1991–92; 2001–02; 2003–04.

* Supercoppaitaliana.png Piala Super Italia: 4 kali[62]
o Juara: 1995, 1997, 2002, 2003.
o Juara kedua: (3 kali) 1990; 1998; 2005.

* Piala Kremlin : 2 kali
o Juara : 1954, 1958.

[sunting] Gelar Eropa dan dunia

* Piala/Liga Champions: 2 kali[63][64]
o Juara: 1984-85, 1995-96.
o Juara kedua: (5 kali) 1972–73; 1982–83; 1996–97; 1997–98; 2002–03

* Coppacoppe.png Piala Winners UEFA: 1 kali[65]
o Juara: 1983-84.

* UEFA - UEFA Cup.svg Piala UEFA/Liga Europa: 3 kali[66][67]
o Juara: 1976-77, 1989-90, 1992-93.
o Juara kedua: (satu kali) 1994–95.

* UEFA - Intertoto.svg Piala Intertoto: 1 kali[8][68][69]
o Juara: 1999-2000.

* Piala Super Eropa: 2 kali[70][71]
o Juara: 1984, 1996.

* FIFA Club World Cup.svg Piala Toyota Intercontinental: 2 kali[53][72]
o Juara: 1985, 1996.
o Juara kedua: (satu kali) 1973.

[sunting] Rekor dan statistik klub
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rekor dan statistik dari Juventus F.C.
Replika kaus Alex del Piero saat ia telah mengikuti 500 pertandingan di bawah bendera Juventus.

Alessandro Del Piero memegang rekor sebagai pemain Juve yang paling banyak tampil dalam pertandingan (600 kali sampai 10 Mei 2009). Ia mengambil alih posisi tersebut dari legenda Juve, Gaetano Scirea pada 6 Maret 2008 saat melawan Palermo. Giampiero Boniperti memegang rekor sebagai pemain yang banyak tampil di seri-A dengan 444 kali penampilan.

Bila dihitung dengan seluruh kompetisi resmi yang diikuti Juventus, Alessandro Del Piero memegang rekor sebagai topskor Juve dengan 241 gol sampai 19 Mei 2008, sejak pertama ia bergabung pada 1993. Giampiero Boniperti, yang sempat menduduki posisi tersebut dengan 182 gol menyusul di posisi kedua, tetapi secara statistic ia masih menjadi topskor terbanyak di ajang seri-A sampai Juni 2007.[73][74]

Pada musim 1933-34, Felice Placido Borel II° mencetak 31 gol dalam 34 kali penampilan, menjadikan rekor pribadi bagi dirinya dan Juventus dalam satu musim. Ferenc Hirzer menjadi topskor terbanyak dalam satu musim dengan 35 gol dalam 26 penampilan di musim 1925-26 (rekor juga untuk sepakbola Italia). Gol paling banyak tercipta oleh satu pemain adalah 6 gol yang dicapai oleh Omar Enrique Sivori ketika Juventus melawan Inter Milan pada musim 1960-61.[20]

Pertandingan resmi perdana yang diikuti oleh Juventus adalah Third Federal Football Championship, yang merupakan pendahulu dari seri-A, melawan Torinese dimana Juve kalah 0-1. Kemenangan terbesar yang dicetak Juve adalah saat melawan Cento dengan skor 15-0 di ronde kedua Coppa Italia pada musim 1926-27. Di seri-A sendiri, Fiorentina dan Fiumana adalah dua klub yang sempat dikalahkan Juve dengan skor besar, masing-masing klub kalah dari Juve dengan skor 11-0 di musim 1928-29. Kekalahan Juventus terbesar diderita saat mereka menjalani musim 1911-12 (melawan AC Milan kalah dengan skor 1-8) dan musim 1912-13 (melawan rival sekota AC Torino kalah dengan skor 0-8).[20]

Si Nyonya Tua memegang rekor sebagai tim dengan produktivitas gol paling besar sepanjang musim, di semua kompetisi, tepatnya pada musim 1992-93 dengan total 106 gol sepanjang musim. Penjualan Zinedine Zidane ke Real Madrid pada 2001 menjadi rekor dunia dengan nilai £46 juta sebelum dipecahkan oleh Cristiano Ronaldo yang juga pindah ke klub yang sama dengan nilai £82 juta.[75]
[sunting] Kontribusi untuk tim nasional Italia
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Juventus F.C. dan tim nasional sepak bola Italia
Gianluigi Buffon, salah satu pemain Juventus yang menjadi langganan timnas Italia.

Secara keseluruhan, Juventus merupakan klub yang paling banyak menyumbang pemain untuk timnas Italia dalam sejarah,[76] Si Nyonya Tua menjadi satu-satunya klub yang menyumbangkan pemain sejak Piala Dunia 1934.[77] Juve juga menjadi contributor utama untuk timnas Italia yang dikenal dengan sebutan Dua Era Emas, yang pertama adalah saat era Quinquennio d'Oro (The Golden Quinquennium), dari 1931 sampai 1935, dan Ciclo Leggendario (The Legendary Cycle), dari 1972 sampai 1986.

Berikut adalah daftar pemain Juventus yang dipanggil masuk ke dalam skuad tim Azzuri Italia saat mereka memenangi gelar juara dunia:[78]

* Piala Dunia 1934 (9); Gianpiero Combi, Virginio Rosetta, Luigi Bertolini, Felice Borel IIº, Umberto Caligaris, Giovanni Ferrari, Luis Monti, Raimundo Orsi and Mario Varglien Iº
* Piala Dunia 1938 (2); Alfredo Foni dan Pietro Rava
* Piala Dunia 1982 (6); Dino Zoff, Antonio Cabrini, Claudio Gentile, Paolo Rossi, Gaetano Scirea dan Marco Tardelli
* Piala Dunia 2006 (5); Fabio Cannavaro, Gianluigi Buffon, Mauro Camoranesi, Alessandro Del Piero dan Gianluca Zambrotta

Dua pemain Juve memenangi gelar Sepatu Emas di Piala Dunia, yang pertama adalah Paolo Rossi di 1982 dan Salvatore Schillaci di Piala Dunia 1990. Sebagai kontributor untuk timnas juara dunia Italia, dua pemain Juve yaitu Alfredo Foni dan Pietro Rava, juga berhasil mengantarkan Italia merebut medali emas dalam Olimpiade Musim Panas 1936. Pemain Juve lainnya, Sandro Salvadore, Ernesto Càstano dan Giancarlo Bercellino juga menjadi bagian dari timnas juara Eropa Italia tahun 1968.[79]

Juventus juga berperan dalam menyumbang pemain-pemain hebat untuk timnas non-Italia. Zinedine Zidane dan Didier Deschamps adalah dua pemain Juve saat mereka memenangi Piala Dunia 1998 membuat Juventus menjadi penyumbang terbanyak skuad juara dunia suatu timnas dengan jumlah 24 pemain. Pemain timnas Perancis lain seperti Patrick Vieira, David Trézéguet dan Lilian Thuram juga sempat singgah bermain di Juventus. Tiga pemain Juve juga memenangi kejuaraan Piala Eropa dengan timnas non-Italia, Luis del Sol menjadi salah satunya saat ia memenangi Piala Eropa 1964 bersama Spanyol, disusul Michel Platini dan Zidane yang memenangi Euro 1984 dan Euro 2000.[80]
[sunting] Juventus sebagai perusahaan

Sejak 27 Juni 1967, Juve tercatat sebagai perushaan publik, dan sejak 3 Desember 2001 nama mereka tercatat di Borsa Italiana. Saat ini saham Juventus dimiliki sebanyak 60% oleh Exor S.p.A, dan FIAT Group (keluarga Agnelli). 7.5% untuk Libyan Arab Foreign Investment Co. dan 32.5% kepada pemegang saham lainnya.

Bersama SS Lazio dan AS Roma, Juve menjadi satu dari tiga klub yang tercatat di Bursa Efek Italia. Juventus juga menjadi satu-satunya klub sepak bola yang menjadi anggota STAR (Segment of Stocks conforming to High Requirements, it. Segmento Titoli con Alti Requisiti), salah satu market segmen di dunia.

Tempat latihan Juve saat ini dimiliki oleh Vinovo S.p.A., dan diawasi oleh Juventus Football Club S.p.A dengan kepemilikan modal mencapai 71.3%.

Sejak 1 Juli 2008 Juve bergabung menjadi anggoya Safety Management System untuk karyawan dan atlet sesuai regulasi internasional OHSAS 18001:2007 dan anggota Safety Management System untuk sektor medis sesuai regulasi internasional ISO 9001:2000 resolution.

Merujuk pada jurnal ekonomi The Football Money League yang diterbitkan oleh konsultan keuangan Deloitte, di musim 2005-06 Juventus menjadi klub dengan pemasukan terbesar ketiga di dunia dengan prakiraan pemasukan €251.2 juta. Saat ini, Juve tercatat sebagai klub sepak bola terkaya di dunia berdasar rangking majalah Forbes, dimana di Italia mereka adalah yang terkaya kedua dibelakang AC Milan yang dimiliki raja media Italia Silvio Berlusconi.
[sunting] Pemasok kostum dan sponsor
Periode Produsen kostum Sponsor
1979–1989 Kappa Ariston
1989–1992 UPIM
1992–1995 Danone
1995–1998 Sony / Sony Minidisc
1998–1999 D+Libertà digitale / Tele+
1999–2000 CanalSatellite / D+Libertà digitale / Sony
2000–2001 Ciao Web / Lotto Sportal.com / Tele+
2001–2002 Lotto FASTWEB / Tu Mobile
2002–2003 FASTWEB / Tamoil
2003–2004 Nike
2004–2005 SKY Italia / Tamoil
2005–2007 Tamoil
2007–2010 New Holland FIAT Group
2010–2012 BetClic
[sunting] Catatan kaki

1. ^ a b Also Madama in Piedmontese dialect.
2. ^ a b c d e f "Juventus Football Club: The History". Juventus F.C. official website. http://www.juventus.com/site/eng/CLUB_storia.asp. Diakses pada 9 Agustus 2008.
3. ^ Stadion delle Alpi sedang mengalami perubahan struktural berdasarkan "Projek Stadion". juventus.com. http://www.juventus.com/uk/news/detail.aspx?lml_language_id=0&trs_id=1370000&ID=10092. Diakses pada Kesalahan: waktu tidak valid. .
4. ^ a b Nama "Juventus" ialah terjemahan bahasa Piedmont dari kata Latin iuventus (youth dalam Bahasa Inggris).
5. ^ a b c "Juventus building bridges in seri B", FIFA official website. Diakses pada 20 November 2006..
6. ^ a b "Europe's club of the Century". IFFHS official website. http://www.iffhs.de/?a413f0e03790c443e0f40390b41be8b01905fdcdc3bfcdc0aec70aeedb883ccb05ff1d. Diakses pada 10 September 2009.
7. ^ a b Rekor untuk dunia sepak bola Italia. Klub utama Italia lainnya, Milan dan Internazionale telah memenangkan total 45 gelar (27 dalam kompetisi klub Italia) dan 33 (26) gelar resmi, respectively.
8. ^ a b c d "Football Europe: Juventus F.C.". UEFA official website. http://www.uefa.com/footballEurope/Club=50139/domestic.html. Diakses pada 26 Desember 2006.
9. ^ a b Klub tersukses ketiga di Eropa untuk raihan gelar internasional (regional Eropa dan dunia -Interkontinental dan/atau turnamen Piala Dunia Antar Klub) dengan 11 gelar. Klub tersukses keempat di Eropa untuk raihan 9 gelar UEFA Cup.
10. ^ a b Hanya Milan, Boca Juniors (both with 18 titles), Independiente, Real Madrid (keduanya 15) dan Al-Ahly (14) yang memenangi kejuaraan dunia sepak bola antar klub.
11. ^ "History of the UEFA Cup". UEFA official website. http://www.uefa.com/competitions/uefacup/history/index.html. Diakses pada 5 April 2008. .
12. ^ a b Juventus FC is the only club in the world to have won all official continental championships —UEFA club competitions— and the world club title —Intercontinental Cup and/or FIFA Club World Cup—. Also is the only club in the world, join to Tunisia's Étoile Sportive du Sahel, to have won all international club competitions organized by their respective continental confederation. See also:
"Legend: List of UEFA club competitions". UEFA official website. http://www.uefa.com/competitions/supercup/news/kind=32/newsid=447085.html. Diakses pada 21 Agustus 2006.
"ES du Sahel: Étoile Sahel, an African institution". FIFA official website. http://www.fifa.com/classicfootball/clubs/club=44277/index.html. Diakses pada 19 Agustus 2009.
13. ^ a b "Juventus FC: La Vecchia Signora en lo más alto del mundo" (dalam bahasa Spanish). FIFA official website. http://es.fifa.com/classicfootball/clubs/club=31085/index.html. Diakses pada 19 Agustus 2009.
14. ^ a b The major UEFA club competitions are the European Champion Clubs' Cup (or simply European Cup), the UEFA Cup Winners' Cup and the UEFA Cup. In the aggregate, the fact to win these three trophies is also known as the "Grand Slam", a feat achieved by only other two clubs since the triumph of the Old Lady in 1985: Ajax Amsterdam in 1992 and Bayern Munich in 1996.
15. ^ a b "Un dilema histórico", El Mundo Deportivo. Diakses pada 23 September 2003.
16. ^ a b "Research: Supporters of football clubs in Italy", La Repubblica. Diakses pada 30 Agustus 2008.
17. ^ a b c d "Juventus Football Club S.p.A: Objectives and Strategies". Juventus F.C. official website. http://www.juventus.com/site/eng/CLUB_obiettiviestrategie.asp. Diakses pada 26 Agustus 2009.
18. ^ "The new Juventus stadium is born", Juventus F.C. official website. Diakses pada 20 November 2009..
19. ^ "Storia della Juventus Football Club" (dalam bahasa Italian). magicajuventus.com. http://www.magicajuventus.com/storia_juventus.php. Diakses pada 8 Juli 2007.
20. ^ a b c d e f g Modena, Panini Edizioni (2005). Almanacco Illustrato del Calcio - La Storia 1898-2004.
21. ^ "FIFA Classic Rivalries: Torino VS Juventus". FIFA official website. http://www.fifa.com/classicfootball/stories/classicderby/news/newsid=924118.html#injuries+clouding+turin+derby. Diakses pada 29 Juni 2007.
22. ^ a b c d "seri A TIM: Albo d'oro" (dalam bahasa Italian). Lega-Calcio official website. http://www.lega-calcio.it/it/seri-A-TIM/Albo-doro.page. Diakses pada 25 Agustus 2009.
23. ^ Glanville, Brian (29 Desember 2010). The Story of the World Cup. London: Faber and Faber. hlm. 263. ISBN 0-571-22944-1.
24. ^ "European Footballer of the Year ("Ballon d'Or")". The Record Sport Soccer Statistics Foundation. http://www.rsssf.com/miscellaneous/europa-poy.html. Diakses pada 8 Juni 2007.
25. ^ "Olsson urges anti-racism action", UEFA official website. Diakses pada 13 Mei 2005.
26. ^ Goldblatt, David (29 Desember 2010). The Ball is Round: A Global History of Football. London: Penguin. hlm. 602. ISBN 978-0-14-101582-8.
27. ^ "1995/96: Juve hold their nerve", UEFA official website, 22 Mei 1996.
28. ^ "1996: Dazzling Juve shine in Paris", UEFA official website, 1 Maret 1997.
29. ^ "Toyota Cup 1996". FIFA official website. 26 November 1996. http://www.fifa.com/classicfootball/clubs/matchreport/newsid=512164.html#toyota+cup+1996.
30. ^ "UEFA Champions League 1996–97: Final". UEFA official website. 28 Mei 1997. http://www.uefa.com/competitions/ucl/history/season=1996/round=75/index.html.
31. ^ "UEFA Champions League 1997–98: Final". UEFA official website. 20 Mei 1997. http://www.uefa.com/competitions/ucl/history/season=1997/round=1169/index.html.
32. ^ "Italian trio relegated to seri B", BBC. Diakses pada 14 Juli 2006.
33. ^ "Ranieri appointed Juventus coach", BBC News. Diakses pada 4 Juni 2007.
34. ^ "Via Ranieri, ecco Ferrara", UEFA official website. Diakses pada 19 Mei 2009.
35. ^ "Ferrara handed Juventus reins", UEFA official website. Diakses pada 5 Juni 2009.
36. ^ a b "Black & White", Notts County F.C. official website. Diakses pada 7 November 2008. Extracts taken from the Official History of Notts County and article kindly reproduced by the Daily Mail.
37. ^ The zebra is Juventus' official mascot because the black and white vertical stripes in its present home jersey and emblem remembered the zebra's stripes.
38. ^ "Juventus places: Olympic Stadium". Juventus F.C. official website. http://www.juventus.com/site/eng/JPL_stadioolimpico.asp. Diakses pada 12 Maret 2008.
39. ^ a b "Juventus places: Delle Alpi Stadium". Juventus F.C. official website. http://web.archive.org/web/20080121040215/http://www.juventus.com/site/eng/JPL_stadiodellealpi.asp. Diakses pada 12 Maret 2008.
40. ^ ""Stadio, presentato il progetto al Comune di Torino"", Juventus F.C. official website. Diakses pada 29 Maret 2008.
41. ^ "Napoli: Back where they belong", FIFA official website. Diakses pada 22 Juni 2007.
42. ^ "I club esteri" (dalam bahasa Italian). Centro Coordinamento Juventus Club DOC official website. http://www.juventusclubdoc.it/index.php/Table/I-Club-Esteri/. Diakses pada 1 November 2008.
43. ^ "Supporters by region", calcioinborsa.com. Diakses pada 5 Februari 2007.
44. ^ http://www.juventusclubindonesia.com/doc.html
45. ^ Juventus Club Indonesia diakui oleh pihak Juventus Italia
46. ^ a b "Juve-Inter, storia di una rivalità", Tuttosport, 22 September 2008.
47. ^ "Juve e Milan, la sfida infinita storia di rivalità e di campioni", La Repubblica, 15 Mei 2003.
48. ^ "Juve-Roma, rivalità antica", Tuttosport, 31 Oktober 2008.
49. ^ "Quell'antica ruggine tra Juve e Fiorentina", La Gazzetta dello Sport, 22 Januari 2009.
50. ^ "Juventus Football Club 2010–11: Prima squadra" (dalam bahasa Italian). Juventus Football Club S.p.A official website. http://www.juventus.com/site/ita/TAS_primasquadra.asp. Diakses pada 1 September 2010.
51. ^ "List of Juventus F.C. Presidents" (dalam bahasa Italian). Juworld.net. http://www.juworld.net/storia-presidenti-della-juventus.asp. Diakses pada 8 Juni 2007.
52. ^ "List of Juventus F.C. managers" (dalam bahasa Italian). MyJuve.it. http://www.myjuve.it/managers-juventus/managers_list.aspx. Diakses pada 25 Juli 2007.
53. ^ a b Sampai 2004, pertandingan antar juara Liga Champions dikenal dengan nama Piala Interkontinental (biasa disebut European / South American Cup alias Toyota Cup); kemudian kejuaraan tersebut diganti dengan Piala Dunia Antar Klub FIFA.
54. ^ "TIM Cup: Albo d'oro" (dalam bahasa Italian). Lega-Calcio official website. http://www.lega-calcio.it/it/Tim-Cup/Albo-doro.page. Diakses pada 20 Agustus 2009.
55. ^ "Tutto inizio' con un po' di poesia", La Gazzetta dello Sport. Diakses pada 24 Mei 1997.
56. ^ "UEFA Europa League: Facts & Figures", UEFA official website. Diakses pada 14 Mei 2007.
57. ^ "FIFA Awards: FIFA Clubs of the 20th Century". The Record Sport Soccer Statistics Foundation. http://www.rsssf.com/miscellaneous/fifa-awards.html#centclub. Diakses pada 23 Desember 2000.
58. ^ "The 'Top 25' of each year (since 1991)". IFFHS official website. http://www.iffhs.de/?b002ec70a814f4cd003f09. Diakses pada 3 Januari 2008.
59. ^ Sejak musim 1990–91, Juventus memenangi 15 kejuaraan resmi: lima gelar Serie-A, satu Coppa Italia, empat Piala Super Italia, satu piala Interkontinental Cup/FIFA World Club Cup, satu European Cup/UEFA Champions League, satu UEFA Cup, satu UEFA Intertoto Cup, dan satu UEFA Super Cup. Lihat juga "All-Time Club World Ranking (since 1.1.1991)". IFFHS official website. http://www.iffhs.de/?3d4d443d0b803e8b40384c00205fdcdc3bfcdc0aec70aeedbe1a. Diakses pada 31 Desember 2008.
60. ^ Sampai 1921, divisi teratas sepak bola Italia dikenal dengan nama Federal Football Championship; kemudian berubah menjadi First Division, National Division, dan terakhir seri A.
61. ^ "Italy - List of Second Division (seri B) Champions". The Record Sport Soccer Statistics Foundation. http://www.rsssf.com/tablesi/ital2champ.html. Diakses pada 19 Agustus 2009.
62. ^ "Supercoppa TIM: Albo d'oro" (dalam bahasa Italian). Lega-Calcio official website. http://www.lega-calcio.it/it/Altre-competizioni/Supercoppa-TIM/Albo-doro.page. Diakses pada 20 Agustus 2009.
63. ^ "European Champions' Cup". The Record Sport Soccer Statistics Foundation. http://www.rsssf.com/tablese/ec1.html. Diakses pada 19 Agustus 2009.
64. ^ Up until 1992, the UEFA's premier club competition was the European Champion Clubs' Cup; since then, it has been the UEFA Champions League.
65. ^ "UEFA Cup Winners' Cup: All-time finals". UEFA official website. http://www.uefa.com/uefa/news/kind=1/newsid=2577.html. Diakses pada 19 Juli 2009.
66. ^ "UEFA Cup: All-time finals". UEFA official website. http://www.uefa.com/uefa/news/kind=1/newsid=2571.html. Diakses pada 13 Juli 2009.
67. ^ The European Inter-Cities Fairs Cup (1958-1971) was a football tournament organized by foreign trade fairs in European seven cities (London, Barcelona, Copenhagen, and others) played by professional and —in its first editions— amateur clubs. Along these lines, that's not recognized by the Union of European Football Associations as an UEFA club competition. See: "UEFA Europa League: History". UEFA official website. http://www.uefa.com/Competitions/uefacup/History/index.html. Diakses pada 25 Agustus 2009. .
68. ^ "UEFA Intertoto Cup winners since 1995 (page 2)" (PDF). European Football Pool. http://www.intertoto-cup.com/documents/UIC_winners_in_UEFA_Cup_Juli_08_001.pdf. Diakses pada 19 Agustus 2009.
69. ^ "1999: Juve add illustrious name to trophy", UEFA official website. Diakses pada 1 Agustus 1999..
70. ^ "UEFA Super Cup: All-time finals". UEFA official website. http://www.uefa.com/uefa/news/kind=1/newsid=2579.html. Diakses pada 19 Juli 2009.
71. ^ Pertandingan Piala Super Eropa 1985 mempertemukan Old Lady dan Everton, Pemenang Piala UEFA 1984-85 tidak diperkenankan hadir akibat Tragedi stadion Heysel. Lihat: "UEFA Super Cup: History". UEFA official website. http://www.uefa.com/competitions/SuperCup/history/index.html. Diakses pada 25 Agustus 2009. .
72. ^ "UEFA/CONMEBOL Intercontinental Cup: All-time finals". UEFA official website. http://www.uefa.com/uefa/news/kind=1/newsid=3617.html. Diakses pada 19 Juli 2009.
73. ^ "Giampiero Boniperti playing records". MyJuve.it. http://www.myjuve.it/players-juventus/giampiero-boniperti-5.aspx. Diakses pada 8 Juni 2007.
74. ^ "Alessandro Del Piero playing records". MyJuve.it. http://www.myjuve.it/players-juventus/alessandro-del_piero-33.aspx. Diakses pada 8 Juni 2007.
75. ^ "Zidane - symbol of Real's dream", BBC. Diakses pada 9 Juli 2001.
76. ^ "Italian national team: J-L Italian club profiles". Italian national team records & statistics. http://www.homestead.com/forza_azzurri/clubs_prof_J.html. Diakses pada 1 November 2006. .
77. ^ "Juve players at the World Cup", Juventus F.C. official website. Diakses pada 23 Agustus 2009.
78. ^ "Italian National Team Honours - Club Contributions". Forza Azzurri. http://www.homestead.com/forza_azzurri/Hist_Team_Hon.html. Diakses pada 8 Juni 2007.
79. ^ "European Championship 1968 - Details Final Tournament". The Record Sport Soccer Statistics Foundation. http://www.rsssf.com/tables/68e-det.html. Diakses pada 8 Juni 2007.
80. ^ "European Championship". The Record Sport Soccer Statistics Foundation. http://www.rsssf.com/tablese/eurochamp.html. Diakses pada 8 Juni 2007

Rabu, 29 Desember 2010

Sejarah Juventus

1897 AWAL MULA

Dari Bangku Cadangan Pemain

Setiap legenda mempunyai cerita dimana pada suatu hari yang cerah, tepatnya 1 November 1897, sekelompok pemuda dari daerah Liceo D’Azeglio yang tengah duduk di bangku pemain di Corso Re Umberto memutuskan untuk membentuk tim olah raga dengan berfokus kepada permainan sepakbola. Mereka ini hanyalah sekelompok anak-anak yang saling berteman dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama dan bersenang-senang serta melakukan berbagai hal positif. Lalu, mereka merencanakan untuk bermain sepakbola di sebuah taman besar bernama Piazza d’Armi, dimana tempat ini biasa digunakan untuk lari dan berkuda. Selain itu, karena tempatnya yang cukup luas, tidak sulit bagi mereka untuk menemukan tempat bermain sepakbola di sana.

Itulah kira-kira gambaran kisah yang diceritakan oleh salah satu pendiri klub, Enrico Canfari: “Kami dulu menganggap perlu untuk bentuk sebuah tim dan kami memutuskan hal itu saat musim salju di tahun 1897.” Itulah kira-kira kisah awal terbentuknya Juventus, walau kisahnya sedikit kurang jelas, mungkin dikarenakan markas Canfari bersaudara di 42 Corso Re Umberto, tempat awal pertemuan memang sangat gelap.;. Usia mereka rata-rata 15 tahunan, yang tertua berumur 17 dan lainnya di bawah 15 tahun. Setelah itu, hal yang mungkin tidak jadi masalah sekarang ini tapi merupakan hal yang terberat bagi pemuda-pemuda tersebut saat itu ialah:mencari markas baru! Canfari bersaudara memutuskan untuk mencarinya sendiri dan akhirnya mereka menemukan salah satu tempat; sebuah bangunan yang memiliki halaman yang dikelilingi tembok, mempunyai 4 ruangan, sebuah kanopi dan juga loteng dan keran air minum.

Canfari, Ketua Pertama

Selanjutnya, Canfari menceritakan tentang bagaimana terpilihnya nama klub, segera setelah mereka menemukan markas baru. Akhirnya, tibalah pertemuan untuk menentukan nama klub dimana terjadi perdebatan sengit di antara mereka. Di satu sisi, pembenci nama latin, di sisi lain penyuka nama klasik dan sisanya netral. Lalu, diputuskanlah tiga nama untuk dipilih; “Societa Via Port”, “Societa sportive Massimo D’Azeglio “, dan “Sport Club Juventus”. Nama terakhir belakangan dipilih tanpa banyak keberatan dan akhirnya resmilah nama klub mereka menjadi “Sport Club Juventus”.

Eugenio Canfari, kakak dari Enrico Canfari yang mengisahkan kepada kita asal-usul klub di atas. Setelah itu, markas klub berpindah tempat di Via Piazzi 4, distrik Crocetta, sebuah bangunan dengan 3 ruangan.

1898 – 1905 DARI MULAI TERBENTUK HINGGA SCUDETTO PERTAMA

Seragam Merah Jambu

Juventus akhirnya resmi terbentuk. Sekali lagi, Enrico Canfari menceritakan kenangannya saat memainkan pertandingan pertamanya. Torino FC, klub sekota mengundang mereka melakukan pertandingan persahabatan. Awalnya, mereka tidak mengira sebuah klub terkenal mengajak mereka bertanding, namun pertandingan akhirnya dilaksanakan. Hasilnya bisa ditebak, tim Juve kalah telak! Namun permainan individual – karena mereka fokus berlatih dengan bola secara individu – mereka dipuji lawan. Segera setelah melalui pertandingan pertama, juga telah menemukan susunan sebelas pemain tetap, mereka mulai mulai rutin bertanding sampai pada suatu waktu mereka membentuk sebuah turnamen untuk membuktikan kapasitas mereka di Turin. Akan tetapi, masalahnya mereka saat itu belum mempunyai seragam klub. Selain itu, sulit untuk memilih bahan yang akan dipakai, apakah terbuat dari katun, flannel, atau wol. Sampai pada akhirnya, mereka memilih memakai kostum dari bahan katun tipis dan halus berwarna merah jambu yang mereka kenakan hingga tahun 1902, kostum yang terlupakan seiring berjalannya waktu.

Di tahun 1899, klub berganti nama menjadi Juventus Football Club. Mulai tahun 1900, mereka ambil bagian dari liga professional. Pertandingan resmi pertama mereka adalah saat kalah dari FC Torino pada tanggal 11 Maret. Di tahun 1901, mereka berhasil mencapai semifinal dan di tahun 1903 dan 1904, mereka kalah dari Genoa di final.

Juara Italia

Tahun 1905 adalah momen ajaib bagi tim biru-hitam-warna dari seragam klub yang mengadopsi warna Klub Inggris, Nottingham, yang popular sampai sekarang. Durante berada di posisi penjaga gawang; Armano dan Mazzia di posisi bek sayap; Walty, Goccione, dan Diment sebagai bek tengah; Barberis, Varetti, Forlano, Squire, dan Donna berada di baris penyerangan. Setelah menjuarai grup Piedmont, mereka kandaskan Milan dua kali dan menahan seri Genoa, yang hanya bermain imbang dengan Milan, untuk menjadi juara Italia dan berada di atas tim-tim dari daerah Liguria. Pada waktu itu istilah scudetto belum diperkenalkan, namun Federasi Sepakbola Italia memberi mereka pelat juara.

Alfred Dick adalah pimpinan klub saat itu sekaligus sebagai penyandang dana. Secara keseluruhan tim menjadi lebih kuat, sebagian besar akibat pengaruh pemain asing yang bekerja di pabrik tekstil miliknya. Tim ini hampir saja memenangi title kedua di tahun 1906, namun mereka tidak bersedia tampil di final melawan Milan sebagai bentuk protes mereka karena pertandingan tersebut dilakukan di Milan bukan di tempat netral seperti keinginan mereka. Selain itu, banyaknya pemain asing di tim membuat suasana kurang harmonis dan kepemimpinan Dick mulai dipertanyakan hingga ia memutuskan untuk hijrah ke Torino serta membawa beberapa pemain yang menjadi teman dekat dirinya.

1906 – 1923 SEBELUM DAN SESUDAH MASA PERANG DUNIA I

Tahun-tahun sulit

Setelah merengkuh gelar pertama, dimulailah masa-masa sulit bagi klub. Chairman Dick meninggalkan posisinya diikuti para pemain asing mereka yang memaksa klub merevisi target. Saat itu, keadaan klub sangat buruk dan mereka juga kedatangan lawan tangguh baru yaitu tim Pro Vercelli dan Casale. Kedua klub tersebut menjadi lawan menakutkan dan saling bersaing merebut posisi teratas. Musim 1913/1914 adalah musim terakhir sebelum masa Perang Dunia I. Musim selanjutnya lebih buruk dimana pada musim itu kompetisi ditunda pada 23 Mei 1915 karena Italia ikut ambil bagian dalam perang.

Majalah “Hurra Juventus” diterbitkan

Beberapa pemain dan official juga terjun dalam perang antar Negara itu dan kebanyakan dari mereka gugur atau menghilang. Untuk tetap mengetauhi keberadaan mereka, dibuatlah majalah “Hurra Juventus” yang ditulis oleh seorang editor, Corradino Corradini. Sampul majalah memperlihatkan moto: “Kemenangan akan menjadi milik yang terkuat dan percaya akan kekuatannya.”

Perang berakhir pada 11 November 1918 dan klub kehilangan beberapa pilar penting dalam perang itu namun keinginan untuk menang masih tetap hidup. Pada 12 Oktober 1912, klub kembali ke lapangan pertandingan untuk mengikuti kompetisi liga. Saat itu, Juventus diperkuat sang kiper, Giacone-yang tidak lama kemudian dipanggil masuk ke timnas Italia-kiper legendaris yang merupakan pemain Juventus pertama dalam sejarah yang dipanggil timnas Italia. Selain kiper, ada dua full back, Novo dan Bruna yang mempelopori duet bek tangguh dan diikuti oleh duet lainnya mulai dari Rosetta-Caligaris sampai Foni-Rava. Selain mereka, kekuatan tim juga bergantung kepada determinasi yang diperlihatkan Bona dan Giriodi. Semua pemain tersebut memberi kekuatan pada tim untuk meraih hasil maksimal, seperti kemenangan atas Casale pada 7 Maret 1920. Selain itu, mereka juga berhasil meraih hasil maksimal saat mengalahkan Genoa pada babak final Grup Utara, pada 16 Mei yang ditandai dengan hattrick dari Bona walau saat itu mereka tidak berhasil menjuarai Liga yang jatuh ke tangan Internazionale.

Debut Combi

Selanjutnya, orang-orang mulai membicarakan sepakbola sebagai fenomena baru olah raga. Para pendukung antusias mendukung klub walau hasil pertandingan tidak sesuai keinginan mereka. Di tahun 1921, klub tereliminasi pada fase pertama grup bahkan pada 1922 dan 1933, klub berada pada posisi klasemen yang buruk di Grup Utara. Namun semua itu perlahan-lahan mulai berubah. Adalah Marchi II, seorang mantan pemain yang pensiun dan menjadi pelatih karena alasan kesehatan, menemukan sesuatu yang hebat. Hal itu terjadi saat ia menyaksikan sebuah pertandingan junior dan terkesima dengan penampilan seorang kiper. Namanya: Giampiero Combi! Segera setelah itu, ia direkrut dan pada umur 18 tahun di tahun 1923, ia telah berhasil masuk sebagai tim inti.

1923 – 1929 AWAL TAHUN ’20-AN DAN GELAR KEDUA

Presiden klub Edoardo Agnelli

Pada 24 Juli 1923 Edoardo Agnelli, anak dari pendiri FIAT, terpilih sebagai presiden klub. Pada masa itu, klub mempunyai lapangan sepakbola pribadi selama kurun waktu setahun yang terletak di Corso Marsiglia, lengkap dengan tempat duduk terbuat dari batu bata. Tim menjadi lebih kuat dari sebelumnya dimana tim kedatangan bek hebat, Viri Rosetta dari Pro Vercelli. Tim terdiri dari kiper Combi, winger Munerati, Gabbi dan Bigatto, dan seorang penyerang tengah lincah Pastore (yang akhirnya beralih profesi menjadi aktor). Sementara itu, klub pertama kali dalam sejarah ditangani seorang manajer yaitu Jeno Karoly yang berasal dari Hungaria.

Scudetto Kedua

Manajer Karoly boleh saja sebagai dalang dari kesuksesan klub, namun aktor penting dibalik itu semua ada pada diri seorang pemain Hungaria, Hirzer. Selain itu, dalam perebutan title melawan Bologna, Juve harus memainkan partai ulang setelah di dua partai final sebelumnya kedua tim bermain seri. Pada 2 Agustus bertempat di Milan, Juve akhirnya berhasil memenangi gelar setelah menglahkan Bologna 2-1. Namun kegembiraan tidak berlangsung lama karena beberapa hari sebelumnya, Karoly, sang manajer meninggal dunia secara mengejutkan karena serangan jantung.

Dari Hirzer ke Orsi

Musim selanjutnya berjalan hampir mirip dengan musim sebelumnya. Setelah beberapa kali memetik kemenangan, namun akibat penampilan buruk di semifinal group, Juve terpaksa merelakan posisi pertama kepada Torino. Selain itu, Juve juga kehilangan sang aktor, Hirzer, akibat terganjal peraturan liga. Masuknya Cavenini III, yang sebelumnya cemerlang bersama Inter tidak banyak membantu karena usianya yang sudah uzur. Walau penampilan mereka tidak bisa dibilang jelek, Juve tetap saja tidak mampu menyaingi keperkasaan Bologna dan Inter Milan di 2 musim berikutnya.

Pada akhir tahun 20-an, Liga Serie A berubah format menjadi 1 grup. Ini membuat sepakbola menjadi semakin kompetitif dan dampaknya bagi Juve sangat signifikan. Mereka melihat ini sebagai peluang untuk kembali ke persaingan juara. Untuk itu, mereka menambah beberapa amunisi baru seperti, Caligaris, Cesarini, dan Raimundo Orsi. Nama terakhir merupakan pemain kelahiran Argentian namun mempunyai darah Italia dan ia terkenal setelah bermain bagus bersama timnas di ajang Olimpiade.

1930 – 1935 LIMA TITEL BERUNTUN (1930 – 1935)

Bergabungnya Ferrari, Vecchina dan Varglien II

Dalam rentang periode antara 1930-1935, sepakbola Italia menjadi saksi lahirnya sebuah klub yang mampu memenangi 5 gelar scudetto berturut-turut: Juventus. Tim ini menjadi legenda se-antero Italia dengan sebutan “Italy’s girlfriend”. Di bawah kepemimpinan Agnelli dan wakilnya, Baron Giovanni Mazzonis di Pralafera, Juve menjelma menjadi klub populer. Perubahan format kompetisi menjadi 1 grup (Liga Serie A) membawa perubahan signifikan bagi sepakbola Italia, pun bagi Juve. Dengan skuad yang terdiri dari beberapa pemain hebat seperti; Mumo Orsi, Cesarini, Varglien, Giovanni Ferrari, Vecchina dan trio legendaries Combi-Rosetta-Caligaris, Juve menjadi tim solid yang siap menyaingi keperkasaan Ambrosiana Inter (nama lama Inter Milan).

Di musim beikutnya, Juve melesat sendirian memimpin klasemen. Salah satu kejutan terbesar ialah saat mereka kalah 0-5 dari Roma pada 15 Maret 1931. Namun, tim segera melupakan kekalahan tersebut dan berhasil bangkit berhasil meraih titel juara setelah sebelumnya mengalahkan Inter di Turin.

Monti: sang penguasa pertahanan

Musim selanjutnya, tim di bawah asuhan manajer Carcano hanya perlu sedikit perubahan karena tim yang sudah ada tetap solid. Di lain pihak, Juve berhasil mendatangkan pemain anyar berposisi bek sayap: Luisito Monti. Dengan karakter pekerja keras dan tangguh, Monti menjelma menjadi salah satu bek tertangguh di Serie A musim ini. Di sisi lain, Juve menghadapi perlawanan ketat dari tim lain yang menjadikan mereka tim yang harus dikalahkan. Perlahan tapi pasti, mereka mulai menemukan bentuk permainan terbaik dan berhasil menduduki posisi pertama klasemen. Sementara itu, dalam pertandingan penting melawan Inter pada 17 Januari 1932, Oris dkk. berhasil memukul telak lawannya 6-2 dilanjutkan dengan membantai Roma 7-1 pada 6 Maret 1932. dan, pada 1 Mei , kemenangan 3-2 atas Bologna membawa Juve merebut scudetto 2 musim berturut-turut dan Orsi menjadi top skorer Liga dengan 20 golnya.

Musim berikutnya, Juve merekrut bek Bertolini dan pemain sayap Sernagiotto. Namun, pemain yang paling menyita perhatian muncul dari tim junior mereka: Felice Placido “Farfallino” Borel. Penyerang ini selalu membuat gol-gol penting bagi timnya dan di musim ini Juve berhasil finish di posisi pertama dengan 54 poin. Borel sendiri bermain fantastis dengan rekor 29 gol dalam 28 penampilan yang belum dapat disamakan hingga saat ini.

Stadion Baru dan gelar lanjutan

Musim 1933/1934, Juve sekali lagi sukses merebut scudettonya yang ke-empat secara beruntun dengan kontribusi Borel yang mencetak 31 gol dan 4 poin di atas Inter. Gelar di musim ini juga terasa lebih bermakna karena pesaing utama, Inter, merupakan tim terkuat saat itu termasuk bagi Juve yang tidak bisa mengalahkan mereka dalam duel langsung. Sementara itu, pada Februari 1934, Juve mempunyai stadion baru: New Comunale Stadium.

Terakhir, di musim 1934/1935, Juve merebut gelar scudettonya yang kelima beruntun bersamaan dengan Italia yang menjadi juara Piala Jules Rimet. Gelar terakhir dalam 5 tahun ini sayangnya tidak bisa dinikmati Combi yang telah gantung sepatu.

1935 – 1949 SEBELUM DAN SESUDAH PERANG DUNIA II

Musim 1937/1938, Juve bersama trio pertahanan mereka; Amoretti-Foni-Rava berjuang merebut titel dari Inter namun mereka akhirnya harus puas menjadi runner-up. Di musim ini mereka sukses menjuarai Piala Italia pertama mereka setelah di final mengalahkan Torino.

Debut Parola

Selanjutnya, setelah musim berikutnya bermain buruk dan hanya finish di posisi 8, Juve berhasil memperbaiki posisi menjadi ketiga di musim selanjutnya. Salah satu hal yang penting di musim ini adalah debut dari salah seorang pemain muda mereka yang berposisi bek: Carlo Parola. Setelah berada di posisi 6 musim 1940/1941, mereka merebut Piala Italia kedua mereka di musim berikutnya. Di periode ini, Italia ikut Perang Dunia II dan ini membuat jalannya Liga menjadi terhambat.

Liga pada masa Perang

Sepakbola Italia terus berlangsung saat masa perang berjalan. Pada 1944, Juve ikut serta dalam sebuah turnamen lokal, yang akhirnya urung diselesaikan. Pada 14 Oktober, Liga kembali bergulir dan ditandai dengan derby Torino v Juventus. Torino yang saat itu mendapat sebutan “Grande Torino” kalah 2-1 dari Juventus. Namun di akhir musim justru Torino berhasil juara. Pada jeda musim panas, sebuah peristiwa penting terjadi di Juve pada 22 July 1945, Giannin Agnelli mengambil alih posisi presiden klub, meneruskan tradisi keluarga Agnelli. Dalam kepempinannya, Agnelli mendatangkan Giampiero Boniperti dalam jajaran staffnya. Ditambah amunisi baru seperti, Muccinelli dan tombak asal Denmark John Hansen.

1949 – 1957 GELAR PERTAMA BONIPERTI

Gelar juara telah diukir

Musim panas 1949, tragedy menimpa Torino. Para anggota tim mereka tewas dalam kecelakaan pesawat yang dikenal dengan “tragedy Superga”. Hal ini membuat Juventus mengambil alih kekuasaan liga. Dengan kedatangan skuad baru seperti, kiper Giovanni Viola, bek Bertucelli,Piccini, dan penyerang Vivolo, mereka mencoba merebut juara liga. Setelah merengkuh serangkaian kemenangan, pada 5 februari 1950 mereka menderita kekalahan telak 7-1 dari AC Milan di depan public sendiri. Namun, Juve berhasil bangkit dan berhasil memenangi gelar liga ke 8 mereka 4 minggu sebelum musim usai dengan torehan 100 gol/musim dan kemasukan 43; penyerang Hansen menjadi top skorer dengan 28 gol.

Martino pergi, Juve lakukan tur ke Brazil

Tahun berikutnya keadaan sedikit memburuk dengan hengkangnya sayap mereka, Martino ke Argentina. Lalu, perjalanan mereka di liga domestik tidak mulus dan banyak membuang poin di pertandingan mudah. Bulan Juni, mereka melakukan tur uji coba ke Brazil dan mencapai final sebelum kalah dari Palmeiras di Maracana.

Gelar di tahun 1952 bersama pemain Hungaria Sarosi

Juve mengganti manajer mereka dengan pria Hungaria, Sarosi. Di tahun ini, Juve berhasil memenangi scudetto ke 9 mereka dengan koleksi 60 poin, 98 gol dan 34 kemasukan. Dua musim berikutnya skuad bertambah kuat namun mereka harus merelakan elar liga kepada Inter karena banyaknya pemain yang cedera dan kondisi tim yang tidak kondusif.

Puppo dan para pemain muda

Gianni Agnelli meninggalkan klub pada 18 September 1954. Tahun ini periode gelap Juve dimulai dengan hanya mampu finish di posisi 7. Musim berikutnya, di bawah arahan manajer Puppo yang mengandalkan skuad muda Juve mulai mencoba bangkit. Setelah serangkaian kekalahan karena skuad yang belum matang, pada November 1956 kabar baik berembus dengan masuknya Umberto Agnelli sebagai komisioner klub. Skuad menjadi kuat dengan kedatangan beberapa pemain hebat seperti Omar Sivori dan John Charles.

1957 – 1961 CHARLES AND SIVORI

Sivori dan Charles (1957 – 1961)

Kedatangan kedua pemain di atas menjadikan Juve semakin solid di bawah arahan manajer Ljubisa Brocic. Musim 1957-58 Juve meraih gelar juara ke-10 dengan kontribusi Sivori dan Charles. Charles juga dinobatkan sebagai top skorer dengan 28 gol. Musim berikutnya berjalan sebaliknya. Juve bermain inkonsisten dan hanya mampu finish di posisi 4, walau berhasil meraih gelar Piala Italia.

Kembalinya Cesarini

Renato Cesarini yang pernah menangani klub pada musim 1959-1960 kembali ke klub. Dan hasilnya bisa ditebak, Juve merebut kembali scudetto ke-11 mereka dengan 55 poin. Sivori kembali hebat dengan raihan 27 gol.

Musim 1960-1961 penuh dengan kejutan. Juve kedatangan lawan berat, Inter di bawah asuhan pelatih legendaries Helenio Herrera. Paruh pertama musim merupakan kabar buruk bagi Juve. Namun di paruh kedua mereka membuat kejutan dengan berhasil mempertipis jarak menjadi 1 poin dengan pimpinan klasemen,Inter. Di pertandingan penentu, Juve mengalahkan Inter dalam perebutan scudetto. Juve juara untuk ke-12 kalinya.

1961 – 1969 TAHUN “MOVIMIENTO” (MOVEMENT/PERGERAKAN)

Perpisahan Boniperti dan lahirnya formasi 4-4-2

Musim ini jadi musim terakhir Boniperti. Juve mencoba peruntungan di kejuaraan Eropa namun terhenti oleh Real Madrid. Umberto Agnelli tinggalkan klub dan digantikan oleh seorang insinyur bernama Vittore Catella. Agustus 1962, Amaral dari Brazil menjadi manajer dan Juve bermain dengan formasi anyar 4-4-2. Namun di liga, mereka terpuruk di urutan kedua di bawah Inter.

Piala Alps dan perpisahan Sivori

Musim panas 1963, Juve merebut Piala Alps, gelar internsional pertama mereka, di Swiss. Amaral hengkang digantikan oleh Eraldo Monzeglio dan pada 1964 diganti lagi oleh orang Paraguay, Heriberto Herrera. Ia menerpkan latihan keras dan suatu pola baru yang yakni moviento (pergerakan tanpa bola). Mereka berhasil merebut Piala Italia. Musim selanjutnya, Sivori pindah ke Napoli dan Juve berjuang di papan atas namun mengakhiri kompetisi di posisi kelima.

Musim 1966, Juve merebut gelar ke-13 mereka di saat-saat akhir dengan menyalip Inter Milan. Mereka juga bermain di kompetisi Eropa namun kembali gagal.

1969 – 1976 AWAL TAHUN 70-AN

Awal tahun 70-an

1969: pelatih Heriberto Herrera digantikan Luis Carniglia dan beberapa pemain baru, Marchetti, Morini, Furino, Roberto Vieri dan Lamberto Leonardi, direkrut. Tim berjuang dari awal untuk beradaptasi dengan taktik baru. Setelah beberapa lama, terjadi perubahan besar di tim, Boniperti naik sebagai Direktur Pelaksana dan Italo Alodi sebagai Direktur Umum sementara Ercole Rabitti menggantikan Carniglia. Tim mulai beranjak naik memperbaiki posisi dan berusaha mengejar Cagliari dengan berhasil menorehkan 8 kemenangan beruntun. Namun hal itu sudah terlambat karena Cagliari dengan andalannya Gigi Riva hanya butuh hasil seri saat melawan Juve untuk meraih titel dan mereka berhasil melakukannya.

Pada musim selanjutnya, tim dirombak. Haller dan Salvadore menjadi satu-satunya pemain yang dipertahankan dan Juve merekrut beberapa pemain muda seperti, Spinosi, Capello dan Landini dari Roma. Sementara itu, Franco Causio dan Roberto Bettega pulang dari masa pinjamannya di Palermo dan Varese. Armando Picchi didaulat sebagai manajer tim namun tidak lama kemudian ia mengundurkan diri karena sakit.

Paruh pertama musim, Juve belum stabil dalam permainan dan di paruh kedua mereka berhasil kembali ke performa terbaik terutama saat mencapai final Fairs Cup (cikal bakal Piala UEFA) namun kalah dari Leeds United. Saat itu, Juve ditangani manajer Vycpalek. Musim 1971/72, pekan ke-4, Juve kalahkan AC Milan 4-1 di San Siro ditandai permainan apik Bettega dan Causio. Namun beberapa saat kemudian, mesin gol Bettega harus istirahat karena sakit dan posisi pertama klasemen milik Juve menjadi terancam. Untungnya mereka berhasil konsisten dan merebut scudetto ke-14 mereka.

Musim selanjutnya mereka kedatangan kiper legendaries Dino Zoff dan Jose Altafini dari Napoli. Di musim ini, Juve dihadapkan pada jadwal pada Liga dan kompetisi Eropa. Setelah berjuang samai menit akhir, Juve berhasil menyalip AC Milan, yang secara mengejutkan kalah dipertandingan terakhir mereka, dan merebut scudetto ke-15. Namun, di kompetisi Eropa, mereka kalah dari Ajax yang domotori Johan Crujff di Final Piala Champions di Belgrade.

Kembalinya Parola

Musim 1973/74: Juve mengawali musm dengan buruk, dan ditambah tereliminasi di kompetii Eropa walau telah merekrut Claudio Gentile dari Varese. Di akhir musim, Juve finish kedua di bawah Lazio. Akan tetapi di tahun berikutnya, Juve kembali ke puncak. Setelah kembalinya eks pemain mereka Carletto Parola sebagai manajer ditambah pemain baru, Damiani dan Scirea, Juve merebut scudetto pada 18 Mei saat menhancurkan Vicenza 5-0. di musim 1975/76, keadaan sama persis: Juve memimpin dan tim lain berusaha mengejar, diantaranya Torino. Setelah musim berjalan mendekati akhir, Juve kehilangan konsentrasi dan terpaksa merelakan gelar kepada Torino.

1976 – 1982 GELAR TRAPATTONI

Rekor Gelar

1976-77. Torino sebagai juara bertahan mendapat lawan sepadan dari Juventus yang hampir seluruh timnya dirombak. Trappattoni masih menjadi manajer klub dengan Boninsegna dan Benetti sebagai pemain baru menggantikan Anastasi dan Capello. Juventus memulai musim dengan baik namun Torino berhasil menyalip pada saat keduanya betemu di derby. Akan tetapi, pada pekan 12, Juventus berhasil menyamakan poin dengan Torino. Keduanya bertarung ketat hingga akhir musim. Pada pekan ke 26, poin kedua tim sama dan pekan berikutnya Juventus berhasil unggul satu poin dan mempertahankannya sampai akhir musim. Pada akhir musim, melalui gol Bettega dan Boninsegna saat melawan Sampdoria membuat Juventus merebut scudetto dengan 50 poin unggul 1 poin atas Torino. Beberapa hari sebelumnya, Juventus baru saja memenangi Piala UEFA pertama mereka dengan mengalahkan Bilbao.

1978, masih pertama

Musim berikutnya, 1977-1978, Juventus yang ikut serta kembali di kejuaraan Eropa, mendatangkan beberapa muka baru seperti, Virdis, Fanna, dan Verza. Juventus bermain konsisten dan hanya Vicenza yang menguntit mereka. Paruh pertama musim, Juve unggul 2 poin dari Torino, 3 poin dari Vicenza, dan 4 poin dari AC Milan. Setelah itu mereka bermain dengan baik dan bermain seri saat derby, menahan 2-2 Inter Milan setelah tertinggal 2-0 pada 8 April. Akhirnya, hasil imbang dengan Roma satu pekan sebelum akhir musim membawa mereka merengkuh scudetto ke 18 mereka.

Dua tahun masa transisi

Musim panas musim 1978, Juventus kehilangan kesempatan untuk merekrut Paolo Rossi, salah satu pemain terbaik Piala Dunia asal Argentina, dari Vicenza. Musim ini tidak seperti musim sebelumnya dimana mereka memulai musim dengan buruk baik di liga maupun di kejuaraan Eropa. Juventus berhasil mencuri 3 poin dari AC Milan dengan kemenangan 1-0 namun sesudahnya mereka kembali bermain tidak konsisten dan akhirnya menyerahkan gelar juara ke tangan AC Milan. Pada musim selanjutnya, Juventus merekrut Bodini, Tavola, Prandelli, dan Marocchino dari Atalanta. Paruh pertama musim, Juve berada di papan tengah namun berhasil mengejar Inter dengan empat kemenangan beruntun. Akan tetapi, Inter akhirnya sulit dikejar dan sekali lagi gelar juara lepas dari genggaman. 1980-1981, Juventus mulai membangun kekuatan di awal bulan Desember dengan menahan seri Roma 0-0. Pekan ke-20, Roma berhasil menguntit Juve di posisi puncak dan Napoli juga mengejar.

Pada 10 Mei, Juve dan Roma bermain seri dalam pertandingan yang sarat kontroversi, dan setelahnya Juve berhasil menang atas Napoli dan Fiorentina sekaligus merebut gelar di detik-detik terakhir.1981-82, salah satu musim terbaik Juve. Dimulai dengan enam kemenangan beruntun, Juve mulai meninggalkan jauh lawan-lawannya. Namun, akibat serangkaian hasil buruk mereka mulai kedodoran. Pada akhirnya, Juve dan Fiorentina yang mempunyai poin sama hingga sampai pekan terakhir mereka harus memainkan partai penentu. Di pertandingan itu, Juve berhasil menang atas Catanzaro melalui penalty Liam Brady sedang Fiorentina ditahan seri Cagliari. Dengan hasil ini, Juve kembali merebut scudetto.

1982 – 1986 ERA PLATINI

Kekecewaan di Athena

Setelah 6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang menjuarai Piala Dunia 1982, ditambah dengan kedatangan mega bintang Prancis Michele Platini, Juventus kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun Juventus yang juga disibukkan dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi dengan lambat. Hal itu ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di pertain pembuka musim serta menag dengan tidak meyakinkan atas Fiorentina dan Torino. Sementara di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan Hvidovre (Denmark) dan Standard Liege (Belgia) di penyisihan. Akan tetapi, Juventus kembali ke trek juara di musim dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus perempat final Liga Champions. Selanjutnya, kemenangan atas Roma melalui 2 gol dari Platini dan Brio membuat jarak keduanya berselisih 3 poin dengan Roma di posisi puncak. Namun, karena konsentrasi Juve terpecah antara Serie A dan Liga Champions akhirnya tidak berhasil mengejar AS Roma yang menjadi juara. Juventus seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di Liga saat mereka bertemu Hamburg di final Liga Champions tapi hal itu tidak terjadi. Berada di posisi kedua di kompetisi domestic dan Eropa, Juventus akhirnya berhasil merebut gelar penghibur saat menjuarai Piala Italia dan Piala Interkontinental.

1984- Sejarah gelar ganda

Musim panas 1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff gantung sepatu di usia 41 tahun sedangkan Bettega beralih ke Kanada untuk mengakhiri karirnya di sana. Pemain lain seperti Fanna, Galderisi, Morocchino dan Virdis juga meninggalkan klub. Juve merekrut kiper baru dari Avellino: Stefano Tacconi dan Beniamino Vinola dari klub yang sama. Sementara Nico Penzo menjadi pendampong Rossi di lini depan. Juve pada saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi, Liga dan Piala Winner. Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang musim, Juve merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar ini ditambah gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1 di Basel pada 16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan merupakan prestasi bagi kapten klub Scirea dan kawan-kawan.

Raja di kompetisi Eropa

1984-85. Juve kedatangan banyak muka baru diwakili Briaschi dan Favero. Namun permainan mereka menjadi inkonsisten. Kekalahan dari Inter pada 11 November membuat mereka memutuskan untuk berkonsentrasi di Eropa. Pada bulan Januari, Juve merengkuh gelar Piala Super Eropa setelah mengandaskan Liverpool 2-0. Di Liga Champions, Juve berhasil melaju sampai final. Kembali ke liga, kemenangan Juve atas Inter dan Torino membuat Verona, tim kejutan musim itu, menjuarai liga. Dan akhirnya pada 29 Mei 1985, bertempat di Bruxelles, Juve mementaskan partai final Liga Champions. Setelah sebelumnya diwarnai tragedi berdarah antar supporter, Juve akhirnya berhasil meraih trofi Eropa melalui penalty Michael Platini di malam yang penuh dengan tragedi.

1985-86. Juve memulai musim dengan sempurna melalui 8 kemengan beruntun. Hasil ini membuat persiapan mereka di Piala Interkontinental pada 8 Desember di Tokyo, Jepang menjadi maksimal sekaligus merebut gelar di sana. Di liga, Juve bersaing ketat dengan Roma hingga poin keduanya sama di sisa 2 pekan terakhir. Namun kejutan terjadi saat Roma menelan kekalahan dari tim yang sudah terdegradasi, Lecce sementara Juve menang atas AC Milan. Pekan terakhir tidak merubah apapun dan Juve merebut gelar juara liga dengan Platini menjadi top skorer klub dengan 12 gol.

1986 – 1990 JUVENTUS ARAHAN ZOFF: RATU PIALA

Musim terakhir Platini

1986-87. Trapattoni meninggalkan Juventus dan bergabung ke Inter setelah melatih selama 10 tahun. Posisinya digantikan oleh Rino Marchesi. Dampaknya, beberapa perubahan terjadi di skuad Juve; Vignola kembali dari masa pinjaman, bek Solda direkrut dari Atalanta dan bocah 17 tahun Renato Buso didatangkan dari tim junior klub. Sementara ikon klub, Platini yang kelelahan sehabis membela negaranya di Piala Dunia Meksiko menandatangani kontrak 1 tahun dan akan pensiun saat kontraknya berakhir pada akhir musim. Di liga, Juve memulainya dengan 3 kemenangan dan hasil seri lawan AC Milan. Sementara di Liga Champions, setelah melewati hadangan klub medioker Valur, Juve bertemu lawan super berat, Real Madrid yang dihuni oleh bintang-bintang seperti Butragueno, Sanchis dan Gordillo. Juve pun akhirnya menyerah melalui adu penalti. Kembali ke liga, Juve masih terkena dampak tereliminasi di kejuaraan Eropa dan menelan kekalahan dari Napoli yang saat itu diperkuat megabintang Diego Maradona. Hasil ini menjadi factor penentu karena saat keduanya kembali bertemu di San Paolo, Juve kembali kalah dan gelar Scudetto direbut Napoli yang merupakan gelar pertama bagi mereka. Musim itu, Juventus finish di posisi kedua.

Dari Rush hingga kembalinya Zoff.

1987-88. Setelah kehilangan Platini, Juve juga kehilangan Lionel Manfredonia yang kontraknya tidak diperpanjang serta Aldo Serena yang kembali ke klub lamanya, Inter. Sementara itu, pemain baru banyak berdatangan seperti Alessio dan Bruno dari Como, Tricella dan De Agostini dari Verona, dan Magrin dari Atalanta serta yang paling utama: Penyerang tengah Wales Ian Rush dari Liverpool.

Akan tetapi, musim ini merupakan kekecewaan bagi Juventus. Setelah tereliminasi dari UEFA Cup di musim gugur, Juventus tersendat di liga. Akhirnya, dengan susah payah mereka berhail merebut tiket ke Eropa setelah menang adu penalti di play-off lawan Torino.

1988. Dino Zoff meninggalkan posnya di timnas Olimpiade Italia dan bergabung sebagai manajer baru Juventus. Sementara, Ian Rush, Vignola, Alessio dan Bonini dijual ke klub lain. Posisi mereka digantikan pemain baru seperti Rui Barros asal Portugal, Altobelli, pemain muda menjanjikan Marocchi, dan pemain Rusia pertama di Italia, Alexandr Zavarov. Musim dimulai, Juve langsung melesat sebelum akhirnya takluk dari Napoli 5-3. untuk beberapa saat, Juve membuntuti dengan ketat posisi puncak dan akhirnya kehilangan konsentrasi. Hal itu karena mereka harus membaginya dengan perjuangan mereka di Piala UEFA saat bertemu sesame Italia, Napoli di perempat final. Hasilnya, mereka tersingkir di babak perpanjangan waktu dan harus puas di posisi 4 klasemen liga.

Gol-gol Schillaci

1989-90. Juve merekrut pemain baru diantaranya: pemain timnas Rusia, Alejnikov, penyerang Schillaci dan Casiraghi, mantan bek timnas Dario Bonetti dan gelandang Fortunato. Sementara, Laudrup, Mauro, Magrin dan Favero dilego. Pemain baru yang menjadi perhatian adalah Schillaci. Atas kontribusinya, Juve melesat memimpin klasemen liga sebelum mereka kalah dari AC Milan. Walau berhail bangkit dengan menaklukkan Inter dan membalas AC Milan 3-0, pada akhir kompetisi mereka hanya mampu finis ketiga di belakang Napoli dan AC Milan. Namun keadaan berbalik 180 derajat di kompetisi Eropa. Tim arahan Zoff ini berhasil sampai ke final UEFA Cup untuk bersua tim sesame Italia, Fiorentin dalam all Italian final. Hasil akhir, Juve merebut gelar Piala UEFA kedua mereka dan menambahnya dengan gelar juara Piala Italia setelah mengalahkan AC Milan di final pada25 April melalui gol Galia.

1991 – 1994 AWAL TAHUN 90-AN

Maifredi yang meragukan

Piala Dunia yang berlangsung di Italia memunculkan nama bintang Juventus, Toto Schillaci sebagai pahlawan. Juve sendiri memulai musim kompetisi dengan menderita kekalahan telak dari Napoli 5-1 pada ajang Piala Super Italia. Pada musim ini, terjadi beberapa perubahan dimana Luca Cordero di Montezemolo ditunjuk sebagai wakil presiden. Juve mempunyai manajer baru bernama Gigi Maifredi dan skuad kedatangan pemain seperti Roberto Baggio, Thomas Haessler asal Jerman, bek Brazil Julio Cesar, Di Canio, Luppi dan De Marchi serta pemain muda potensial Corini dan Orlando.

Di musim ini, AC Milan menjadi klub yang menghentikan ambisi Juve menjadi juara. Di sisa akhir musim, mereka kalah dari Sampdoria di Marassi dan untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka gagal lolos ke Eropa setelah hanya mampu bertengger di posisi ketujuh klasemen. Sementara di Piala Winner, Juventus terhenti di semifinal dari tangan Barcelona.

Kembalinya Trapattoni dan direkrutnya Kohler

Musim panas 1991 menjadi saksi kembalinya Giampiero Boniperti sebagai presiden Juventus. Sementara Trapattoni kembali menjadi manajer dan membawa beberapa perubahan di tim dengan keluarnya Haessler dan Fortunato. Sementara Juve membeli pemain asal Jerman Juergen Kohler dan Steffan Reuter selain Carrera, Conte, dan kiper muda Peruzzi. Dengan lini pertahanan yang kembali solid, Trap berhasil membawa Juve memuncaki klasemen liga. Selanjutnya, mereka bermain konsisten dan berhasil menahan imbang AC Milan. Akan tetapi, petaka dating saat mereka kalah dari Sampdoria dan meraih rentetan dua hasil imbang. Hal ini membuat AC Milan menyalip mereka dan menjauh. Juve finis di posisi kedua klasemen. Hal yang sama terjadi di Piala Italia dimana setelah berhasil menyingkirkan AC Milan di semifinal, mereka kalah dari Parma di final.

Piala UEFA, Vialli dan Roberto Baggio

Juve memulai musim ’92-’93 dengan target sama di musim sebelumnya. Nama besar seperti Schillacci, Tacconi dan Julio Cesar keluar dari tim. Sementara, Gianluca Vialli datang dari Sampdoria bersamaan dengan Moeller, Platt, dan Ravanelli serta Dino Baggio. Peruzzi dipromosikan sebagai kiper utama dan pemain berpengalaman Rampulla sebagai kiper cadangan. Namun, Juve tetap kehilangan konsistensi seperti musim lalu. AC Milan berhasil merebut banyak poin dan Juve tidak mampu mengejar mereka. Juve akhirnya berkonsentrasi penuh di Piala UEFA. Hasilnya tidak pun mengecewakan. Mereka melaju sampai final setelah sebelumnya mengalahkan PSG yang diperkuat George Weah. Di final yang memainkan system Home and Away, mereka tidak menemui kesulitan melawan klub Jerman, Borussia Dortmund dan trofi ketiga Piala UEFA masuk ke lemari klub. Sementara di liga, Juve finis di posisi empat dibelakang Inter dan Parma serta AC Milan yang menjadi juara.

Musim 1993-94, Juve memulainya dengan baik dan berhasil menundukkan Sampdoria yang diprkuat Ruud Gullit serta memenangi derby dengan Torino 3-2. Juve makin mantap mengejar posisi puncak melalui gol-gol Roberto Baggio, Moeller dan Ravanelli. Namun, setelah permainan spektakuler di paruh partama liga, Juve ditaklukkan pemuncak klasemen AC Milan dan hasil ini membuat mereka gagal menyalip dan melepas gelar juara ke klub kota Milan tersebut. Akan tetapi, di bagian akhir musim, pemuda 19 tahun milik Juve bernama Alessandro Del Piero memainkan partai debut di tim utama dan mencetak gol perdananya saat melawan Genoa. Hasil manis didapat Juve di akhir-akhir kompetisi dengan mengalahkan Inter 1-0 dan Lazio 6-1 untuk memastikan posisi runner-up.

1995 – 1998 KEMENANGAN LIPPI

1995, Debut Lippi

Musim panas 1994, Marcelo Lippi ditunjuk sebagai manajer baru Juventus. Ferrara, Paulo Sousa dan Deschamps merupakan wajah baru tim sedangkan Del Piero dipromosikan dari tim junior. Musim dimulai dengan cukup baik, dimulai dengan hasil imbang dan 2 kemenangan atas Bari dan Napoli. Lalu kemenangan dalam pertandingan yang cukup alot melawan Sampdoria lewat gol tunggal Di Livio. Juve mengakhiri paruh pertama musim dengan memimpin klasemen. Di paruh kedua, keadaan menjadi lebih baik bagi tim, dengan kemenangan tandang atas Sampdoria dan AC Milan, Juve terlihat akan memenangi liga dengan mudah. Namun, hal itu menjadi berantakan akibat tiga kekalahan beruntun yang membuat Parma berhasil menguntit ketat. Walau begitu, Juve berhasil lolos dari kejaran Parma saat keduanya bertemu di Delle Alpi dan Juventus meraih kemenangan mutlak 4-0 sekaligus memastikan gelar juara. Parma terbukti menjadi lawan tangguh saat itu dimana keduanya kembali bertemu di final Piala UEFA. Saat itu giliran Juventus yang harus menyerah. Juventus membalas di Piala Italia saat Vialli dkk. mengalahkan Parma di pertemuan mereka yang ke-2 di final.

Musim berikutnya, Juventus harus kehilangan Kohler yang kembali ke Jerman dan menggantikannya dengan bek berumur namun penuh pengalaman, Vierchowood. Kali ini mereka berkonsentrasi di kompetis domestik dan Eropa. Hal ini membuat perjalanan mereka di liga agak tersendat. Dan, setelah imbang 1-1 dengan AC Milan, mereka memutuskan untuk berkonsentrasi penuh di Liga Champions. Setelah menyingkirkan Madrid di perempatfinal dan Nantes di semifinal, mereka berjumpa Ajax pada 22 Mei 1996. Di pertandingan tersebut, kedua tim yang bermain imbang 1-1 selama 120 menit, hasil akhir harus ditentukan dengan duel adu penalty. Juventus menang 4-2 dan berhasil mengangkat trofi Liga Champions yang mereka idamkan. Setelahnya, mereka berhasil menambah trofi setelah merebut Piala Super Italia di bulan Januari, saat mengandaskan Parma 1-0 di Delle Alpi.

1997, Dari Boksic ke Vieri

Musim panas 1996 membawa beberapa perubahan bagi Juventus. Vialli dan Ravanelli pergi, dan Boksic, Vieri dan Amoruso menggantikan posisi mereka. 2 pembelian penting ada di posisi bek dan gelandang serang melalui Montero dan Zidane. Di musim ini, Juve berhasil meraih Piala Interkontinental di Tokyo, setelah gol tunggal Del Piero berhasil menyudahi perlawanan wakil Argentina, River Plate. Trofi bertambah setelah Juve meraih Piala Super Eropa saat membungkam wakil Prancis, Paris St. Germain. Kembali ke liga, dengan diwarnai kemengana sensasional 6-1 atas AC Milan, mereka kembali meraih scudetto setelah hasil imbang lawan Parma di Delle Alpi. Sayangnya, hasil ini tidak diikuti di Liga Champions dimana mereka kalah di final yang berlangsung di Munich oleh wakil Jerman Borussia Dortmund yang diperkuat mantan pemain mereka, Moeller dan Paulo Sousa.

1998, Del Piero dan Inzaghi: lumbung gol Juve

Pippo Inzaghi dan Edgar Davids merupakan pemain anyar Juventus di musim ’97-’98. Rival terberat mereka saat itu ialah Inter Milan yang diperkuat pemain terbaik dunia, Ronaldo. Hasil penentu terjadi saat lima kemenangan beruntun, dan hasil positif lawan AC Milan (4-1) dan gol semata wayang Del Piero dari titik putih saat lawan Inter membuat mereka secara matematis memenangi scudetto dua pekan sebelum musim berakhir. Sementara kejadian musim lalu terulang di Liga Champions saat mereka takluk dengan skor tipis 0-1 dari Real Madrid.

1999 – 2001 MASA KEPEMIMPINAN ANCELOTTI

Dari Lippi ke Ancelotti

Musim1998-1999: Juventus tidak banyak berubah namun para rival mereka, Inter dan AC Milan serta Lazio memperkuat skuadnya. Setelah memenangi dua pertandingan pertama, mereka kalah dari Parma namun berhasil bangkit dengan menglahkan Inter untuk kembalim memimpin klasemen. Pada 8 November saat bersua Udinese, Juve yang unggul 2-0 harus rela kehilangan 3 poin di menit-meint akhir. Situasi bertambah parah karena kapten tim, Del Piero cedera parah dan harus absen di sepanjang musim. Hasilnya bisa ditabak, permainan tim anjlok dan Juve hanya bisa berkutat di papan tengah walau saat itu sempat membeli Juan Esnaider dan Thierry Henry yang masih belia. Dan, hanya 2 kemenangan atas Lazio dan Fiorentina yang membuat posisi mereka aman di papan tengah. Di sisi lain, Juve harus rela bermain di Piala InterToto akibat kalah di play-oof lawan Udinese. Di akhir musim yang buruk ini, Lippi mengundurkan diri dan diganti Carlo Ancelotti yang sebelumnya sukses bersama Parma.

Selanjutnya di musim panas 1999, Juve memulai petualangan di bawah arahan Ancelotti di Piala InterToto. Beberapa nama baru direkrut: kiper asal Belanda, Van Der Sar, sayap belia Zambrotta, pemain Nigeria Oliseh dan bomber Serbia Darko Kovacevic. Seterusnya, setelah start di awal musim yang baik, Juve berhasil meneruskan performanya dengan mengandaskan Roma dan Inter Milan dan berhasil memimpin klasemen. Di lain pihak, Lazio menjadi rival terberat saat itu. Saat keduanya bertemu di Delle Alpi, pada 1 April 2000, mereka kalah dan terus kehilangan poin setelahnya. Akibatnya, posisi puncak diambil alih Lazio. Di pekan terakhir, Juve bertandang ke Perugia. Di pertandingan yang diwarnai hujan lebat, Juve harus menyerah dan membiarkan Lazio menyalip mereka ke tangga scudetto.

Musim berikutnya tidak jauh berbeda. Dengan Ancelotti masih memberi arahan dari bangku cadangan, Juve membeli penyerang asal Prancis David Trezeguet dari Monaco. Kompetisi saat itu didominasi oleh tim asal Roma lainnya, AS Roma. Juventus bermain inkonsisten dan meraih terlalu banyak hasil imbang. Akibatnya, Juve tidak berhasil mengejar Roma. Di saat keduanya berjumpa pada 6 Mei, Juve yang telah unggul 2-0 berhasil dikejar dan hasil akhir menjadi imbang 2-2. Sesudahnya, walau berhasil memenangi 5 pertandingan terakhir, Juventus tetap tidak bisa mengejar dan Roma menjadi juara dengan 75 poin, unggul 2 poin atas mereka. Sementara bomber anyar Juve, Trezeguet menjadi satu-satunya hal positif dengan berhasil mencetak 14 gol di sisa 6 pertandingan terakhir.

2002 – 2003 MEMASUKI MILLENIUM BARU

2002, Juve salip Inter Milan di detik-detik terakhir untuk meraih scudetto

Musim panas 2001: Juve merombak tim dengan Marcello Lippi kembali menangani tim. Buffon, Thuram, Nedved dan Salas merupakan pembelian terpenting saat itu. Namun, mereka harus kehilangan sang maestro, Zidane yang pindah ke Real Madrid.

Juventus memulai musim dengan 3 kemenangan namun terpeleset saat lawan Roma dan ditahan Torino 3-3. Setelah mengalami naik turun dan pada akhirnya tibalah saat penentuan. Di akhir musim, dua kemenangan atas Piacenza dan Brescia membuat jarak mereka dengan pimpinan klasemen Inter hanya tinggal 1 poin. Di pekan terakhir, Inter bertandang ke Lazio sedangkan Juve bertamu ke Udinese dan Roma, yang secara matematis masih bisa juara ditantang Torino di Delle Alpi. Hasilnya sungguh di luar dugaan: Juve tancap gas dan menutup pertandingan di lima belas menit awal, sedangkan Inter berjuang mengejar ketertinggalan atas Lazio namun hasil akhir tak berubah. Inter takluk dari Lazio dan Juve menjadi juara di detik-detik terakhir sekaligus menorehkan sejarah di scudetto ke-26 mereka.

2003, Nedved sang pemimpin

September 2002, juara bertahan Juventus memulai musim dengan beberapa perubahan. Mereka membeli Di Vaio di saat akhir penutupan transfer. Inter dan AC Milan memulai lebih baik namun pada bulan November mereka berhasil disalip. Juventus babat AC Milan 2-1 dan hancurkan Torino 4-0. Di penghujung musim, Juve menang atas Parma sedang Inter takluk dari Chievo dan Milan ditahan Lazio. Juve semakin dekat ke gelar juara saat mereka menang 3-1 atas Como dan 3-0 atas Inter arahan Cuper. Akhirnya, gelar juara itu diraih juga pada 10 Mei setelah hasil seri 2-2 dengan Perugia, 2 pekan sebelum musim berakhir, cukup membuat mereka merengkuh scudetto ke-27 mereka. Sementara itu, Juve hampir saja mencetak sejarah double winner saat berhasil menaklukkan Real Madrid untuk melaju ke final Liga Champions melawan AC Milan dalam All Italian Final. Sayangnya, tim asuhan Lippi tersebut kalah beruntung melalui adu penalty di final yang dilangsungkan di Old Trafford, Manchester itu.

Presiden Chiusano Wafat

Pada 15 Juli 2003, Juve membeli hak dari Stadion Delle Alpi untuk 99 tahun mendatang dari Dewan Kota Turin sehingga mereka berhak membangun stadion pribadi. Pada bulan Agustus, mereka berangkat ke USA untuk memainkan partai Piala Super Italia lawan AC Milan. Skor 0-0 setelah 90 menit, 1-1 setelah perpanjangan waktu, namun kali ini Juve memenangi duel adu penalty. Akan tetapi, kegembiraan klub tidak berlangsung lama. Sebuah kabar mengejutkan datang: Presiden klub Vittorio Caissotti di Chiusano meninggal dunia. Ia lalu digantikan oleh Franzo Grande Stevens, Wakil presiden dari FIAT. Setelah merengkuh Piala Italia, musim liga dimulai dengan buruk. Setelah bermain baik di paruh pertama musim, mereka tertinggal di belakang AC Milan dan AS Roma. Juventus juga kehilangan konsentrasi di Liga Champions, yakni tersingkir dari tim asal Spanyol Deportivo La Coruna dan juga gagal di final Piala Italia setelah kalah lawan Lazio. Di sisi lain, setelah kehilangan Chiusano, Juve juga kehilangan seorang figur penting klub: mantan presiden Umberto Agnelli meninggal pada 27 Mei 2004 akibat kanker paru-paru.

2004 – 2006 DUA GELAR TAMBAHAN

Emerson, Cannavaro dan Ibrahimovic

Musim panas 2004, Lippi pergi dan digantikan oleh Fabio Capello. Juve banyak merekrut pemain baru mulai dari Emerson (Roma), Cannavaro (Inter), Blasi (Parma) dan pemain Prancis Zebina (Roma) serta yang terpenting ialah bomber Swedia Ibrahimovic (Ajax). Juve memulai kompetisi dengan baik; Brescia ditaklukkan, Atalanta dan Sampdoria tidak berkutik dan satu hasil seri sebelum rentetan kemenangan. Di akhir November, Juve kehilangan 3 poin saat Inter berhasil mengejar ketertinggalan 0-2 menjadi 2-2 dan juga saat ditahan tim sekota Inter, AC Milan pada 18 Desember. Namun terlepas dari hasil ini, laju Juventus tak terhentikan. Kemenangan tandang atas AS Roma mendekatkan mereka ke gelar juara. Tapi Juve tersendat setelah kalah dari Inter di kandang dan pertandingan lawan AC Milan pada 8 Mei menjadi penentu gelar juara. Juventus menang melalui gol Trezeguet sekaligus merebut scudetto dengan unggul 7 poin atas posisi kedua, AC Milan dan 14 poin atas posisi ketiga, Inter Milan.

9 kemenangan beruntun

Setelah menambah amunisi dengan mendatangkan Mutu dan Chiellini serta Vieira, Juve memulai musim 2005-2006 dengan performa lebih baik. Mereka berhasil membukukan 9 kemenangan beruntun sebelum berakhir di tangan AC Milan. Segera setelahnya, para pemain Juve menunjukkan performa apik di awal musim dengan menundukkan Roma 4-1 dan Fiorentina 2-1 sekaligus meninggalkan para pesaing terdekatnya. Pada Februari 2006, Juventus yang saat itu berada di posisi pertama memenangi pertandingan super penting lawan Inter. Mereka hanya butuh hasil imbang lawan AC Milan di pertandingan berikutnya untuk memastikan gelar juara.

Sementara itu di Liga Champions, mereka harus takluk di perempatfinal dari tangan Arsenal (finalis saat itu) 0-2 dan 0-0. Di sisi lain, pada sisa akhir musim, Juventus dinyatakan terlibat dalam sebuah investigasi yang melibatkan petinggi mereka, Luciano Moggi dan Antonio Giraudo. Hal ini terbukti dari terungkapnya beberapa percakapan telepon oleh kedua orang tersebut kepada petinggi Federasi Sepakbola Italia. Skandal ini terungkap media dan segera public mengenalnya dengan nama skandal Calciopolli. Sementara itu, Moggi mengundurkan diri dari klub sehari setelah liga berakhir diikuti dengan Giraudo beberapa hari kemudian. Hal ini membuat perubahan besar-besaran di jajaran manajemen klub. Giovanni Cobolli Gigli terpilih sebagai presiden klub, dan Jean-Claude Blanc menjabat rangkap sebagai Direktur Pelaksana dan Direktur Umum. Skandal Calciopolli terus terkuak dan Juventus didakwa turun kasta ke “divisi lebih rendah dari Serie B”. Juve juga kehilangan gelar scudetto musim 2004-2005 dan 2005-2006. Dan, setelah melalui beberapa proses investigasi, Juve akhirnya terdegradasi ke Serie B dengan pengurangan 30 poin di awal musim, yang mana dikurangi menjadi 17 dan, setelah mendapat rekomendasi Komite Olimpiade Nasional, berkurang menjadi “hanya 9 poin” untuk musim 2006-2007.

2006 – 2007 KEMBALI KE JALUR JUARA

Kedatangan Didier Deschamps

10 Juli 2006: Juventus yang harus bermain di Serie B akibat skandal Calciopolli mendapat seorang manajer baru sekaligus mantan pemain mereka, Didier Deschamps. Beberapa pemain banyak yang hengkang namun tak sedikit yan bertahan seperti: Buffon, Del Piero, Trezeguet, Nedved dan Camoranesi. Pelatih Prancis ini juga mempunyai stok pemain muda yang mumpuni dalam diri Paro, Marchisio, Palladino dan Giovinco.

Juventus memulai petualangan pertama mereka di Serie B dengan hasil yang kurang mulus. Hal itu disebabkan lantaran mereka buta akan kekuatan lawan, pun dengan pengurangan 17 poin di awal kompetisi. Baru pada pekan ketiga semua hal itu berubah dimana mereka berturut-turut mengalahkan Crotone, Modena, Piacenza, Treviso, Triestina, Frosinone dan Brescia. Hasil ini membuat mereka beranjak ke posisi teratas dan semakin mendekati zona promosi ke Serie A.

Akan tetapi, sebuah tragedi naas terjadi saat mereka tengah meretas jalan kembali ke Serie A. Pada 15 Desember 2006, tepat sebelum pertandingan antara Juve melawan Cesena, 2 pemain muda mereka yaitu gelandang Alessio Ferramosca dan kiper Riccardo Neri mengalami kecelakaan saat tenggelam di danau buatan tempat latihan klub, dan membuat mereka meninggal seketika. Dengan kesedihan mendalam atas kejadian ini, Juve kembali ke lapangan dan berhasil meraih kemenangan atas Bologna yang didedikasikan kepada kedua pemuda tersebut.

Di bagian akhir musim, Juve mulai nyaman memimpin klasemen. Selain itu, dua rival terberat mereka Napoli dan Genoa mereka taklukkan masing-masing 2-0 dan 3-1. Dan, pada 19 Mei 2007, kemenangan besar atas Arezzo membuat mereka secara matematis promosi ke Serie A dan diikuti dengan kemenangan kandang atas Mantova yang membuat mereka memastikan menjadi juara Serie B. Di lain pihak, Deschamps memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya dengan Juventus. Giancarlo Corradini dipilih menangani tim sampai akhir musim dan pada 4 Juni, Juventus mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan manajer baru: Claudio Ranieri.

2007 – 2008 KEMBALI KE PAPAN ATAS

Kedatangan Ranieri

Musim panas 2007: Claudio Ranieri terpilih sebagai manajer baru Juve yang beru saja kembali ke Serie A dan bertugas membawa kembali klub ke kasta teratas liga secepatnya. Sementera dalam hal skuad terdapat banyak nama baru. Di pertahanan ada nama Criscito, Andrade, Grygera, Molinaro, sementara Tiago, Almiron, Nocerino, Salihamidzic mengisi lini tengah dan penyerang haus gol, Vicenzo Iaquinta. Juve memulai musim dengan menghancurkan Livorno 5-1 dan menunjukkan kepada lawan determinasi dan ketajaman lini depan mereka. Sepekan setelahnya, determinasi kembali ditunjukkan Juve saat menaklukan Cagliari 3-2. Namun setelahnya, mereka terpeleset setelah kalah di kandang sendiri dari Udinese melalui gol tunggal Di Natale. Akan tetapi, kekalahan tersebut tidak menggoyahkan mental Juve dan di pekan selanjutnya mereka sukses menahan favorit juara AS Roma 2-2 dan membantai Reggina 4-0. setelahnya lebih manis, mereka memenangi derby pertama musim itu melalui gol tunggal Trezeguet.

Menahan sang pimpinan klasemen

Laju kemenangan Juve terhenti pada 27 Oktober, yaitu saat kalah dari Napoli. Namun kekalahan tersebut dinilai lebih berbau kontroversial karena keputusan wasit yang tidak memberi penalti. Sesudahnya, Del Piero dkk. dengan cepat bangkit dan membungkam Empoli 3-0 dan, dengan permainan yang brillian, menahan laju kemenangan beruntun sang juara bertahan Inter Milan 1-1.

2008, start lambat Juve

Pada awal 2008, Juve mulai kehilangan poin penting saat melawan Catania, Sampdoria dan Cagliari. Namun akhirnya kembali meraih kemenangan atas Udinese dan AS Roma. Di transfer paruh musim, Juve merekrut Sissoko dari Liverpool untuk menambah daya gebrak lini tengah mereka. Masuknya pemain ini membuat Juve berhasil mempersempit jarak hanya menjadi satu poin dengan posisi kedua, AS Roma. Namun, di Reggio Calabria, sebuah keputusan controversial wasit lagi-lagi membuat mereka takluk dari Reggina 1-2. Hasil ini membuat mental tim jatuh dan hasil imbang di derby dan takluk dari Fiorentina di kandang sendiri membuat posisi mereka untuk ke Liga Champions musim depan terancam. Akan tetapi, memasuki bulan Maret, situasi berubah positif. Diawali kemenangan atas Genoa, lalu Napoli, dan bahkan mereka berhasil mengalahkan pimpinan klasemen Inter Milan 2-1 dengan penampilan yang luar biasa.

Di akhir musim, Juve meraih hasil beragam. Kalah dari Palermo (diantaranya ditentukan oleh peforma bagus dari pemain masa depan Juve, Amauri), lalu menang atas AC Milan yang saat itu baru saja menjuarai Piala Dunia Antar Klub. Setelahnya, tiga kemenangan atas Parma, Atalanta dan Lazio mengamankan tempat ketiga buat mereka. Sementara kapten Juve, Del Piero ditahbiskan menjadi top skorer dengan 21 gol, satu gol lebih banyak dari tandemnya, David Trezeguet.